Jumat 23 Aug 2024 19:02 WIB

Bilal bin Rabah, Teguh dalam Islam

Dialah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW dari bangsa Afrika.

Suasana Masjid Qiblatain di Madinah, Arab Saudi. Bilal bin Rabah adalah seorang sahabat Nabi.
Foto: Karta/Republika
Suasana Masjid Qiblatain di Madinah, Arab Saudi. Bilal bin Rabah adalah seorang sahabat Nabi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bilal bin Rabah merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW dari golongan ras Afrika (Habasyi). Dialah sang muazin pertama Rasulullah SAW. Mulanya, ia adalah seorang budak. Namun, akhirnya ia menjadi manusia bebas (merdeka) setelah memeluk Islam.

Ia dilahirkan di daerah as-Sarah, sekitar 43 tahun sebelum Rasulullah hijrah. Ayahnya bernama Rabah dan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Makkah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda (artinya: 'putra wanita hitam').

Baca Juga

Bilal dibesarkan di Kota Makkah. Karena berasal dari keluarga budak, Bilal pun juga menjadi budak yang diperjualbelikan. Awalnya, ia adalah budak milik keluarga bani Abduddar, lalu diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.

Ketika Kota Makkah diterangi oleh cahaya Islam, Bilal termasuk salah seorang yang pertama memeluk Islam. Karenanya, kelompok pertama yang memeluk Islam disebut juga dengan nama As-sabiqun al-Awwalun (orang yang pertama memeluk Islam).

Sebelum Bilal, yang memeluk Islam adalah ummul mukminin, Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW); Abu Bakar ash-Shiddiq; Ali bin Abi Thalib; Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah; Shuhaib ar-Rumi; dan al-Miqdad bin al-Aswad.

Namun ketika itu, keislaman Bilal belum banyak diketahui orang. Karena ia diketahui memeluk Islam oleh majikannya, Bilal pun mendapat siksaan yang sangat berat. Siksaan yang diterimanya, tampaknya jauh lebih berat dibandingkan dengan ujian yang diterima umat Islam lainnya.

Berbagai ujian, siksaan, dan kekerasan ditimpakan padanya. Termasuk, di antaranya dicambuk, dijemur di bawah terik matahari, hingga tubuhnya ditindih dengan batu. Namun demikian, keislaman Bilal tak goyah. Ia tetap teguh menyatakan keimanannya kepada Allah dan Rasulullah SAW.

Bila umat Islam yang lebih dahulu memeluk Islam juga mendapat siksaan, namun siksaan yang mereka terima tampaknya tak begitu sekeras yang dirasakan Bilal bin Rabah. Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib, misalnya, bila mereka mendapatkan siksaan, masih ada yang membela mereka dari anggota keluarganya. Namun, Bilal, seorang hamba sahaya yang tertindas (mustadl'afin) ini, tak ada yang membantunya kecuali berharap pertolongan Allah SWT.

Begitu pula dengan Sumayyah, syuhada pertama yang dibunuh dengan tombak oleh Abu Jahal. Kekerasan dan penyiksaan yang ditimpakan kepada umat Islam yang lemah ini seolah tanpa henti.

Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk.

Namun demikian, keislaman mereka tak pernah goyah. Bahkan, di saat penyiksaan yang terberat sekalipun, Bilal tetap berseru, Ahad, Ahad, Ahad (Allah satu, Allah satu, Allah Esa). Orang kafir Quraisy memaksa Bilal untuk memuja berhala Latta dan Uzza. Namun, Bilal hanya menjawab Allahu Ahad (Allah Maha Esa).

Penyiksaan demi penyiksaan yang dilakukan tak mampu menggoyahkan keimanan Bilal. Hingga akhirnya Abu Bakar ash-Shiddiq mendatangi majikan lelaki Afrika itu. Selanjutnya, Abu Bakar berhasil memiliki status Bilal dan lalu membebaskannya. Sejak itu, lelaki yang kelak menjadi juru azan tersebut menjadi manusia merdeka.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement