Oleh: Dr. H. Ahmad Yani, S.H., M.H, Ketua Umum Partai Masyumi
Pertama-tama sebagai tamu negara, Paus Fransiskus harus kita hormati. Memuliakan tamu adalah ajaran Islam yang penting. Karena itu, kami ucapkan kalimat selamat datang, ahlan wa sahlan.
Kehadiran Paus Fransiskus kali ini cukup penting, apalagi menjelang transisi kepemimpinan dari Jokowi ke Prabowo. Kehadirannya memberikan point penting bagi umat kristiani di Indonesia.
Sebagai tamu yang sangat dimuliakan, kehadiran Paus Fransiskus tidak hanya sebagai pemimpin negara, tapi juga pemimpin agama Katolik.
Ajaran Islam memberikan pemisahan yang tegas bagi umat Islam, “untukmu agamamu dan untukku agamaku”. Kehadiran Paus sebagai pemimpin umat Katolik harus memberikan penguatan bagi umat Islam untuk menegakkan toleransi sebagaimana dalam Surah Al-Kafirun ayat 6.
Agenda keagamaan (misa Akbar) yang akan dilaksanakan di gedung Gelora Bung Karno Jakarta kita hargai sebagai bentuk ibadah dan penebusan umat Katolik Indonesia.
Perayaan Misa Akbar wajib dihormati sebagai perayaan ekaristi. Tetapi perayaan itu juga harus juga menghormati budaya dan keragaman serta ritual keagamaan di Indonesia.
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas Islam. Sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar rakyat Indonesia, Islam telah menjadi bagian dari kultur masyarakat bahkan Islam menjadi hukum yang hidup dalam negara Indonesia.
Syariat Islam telah menjadi pedoman dalam berbagai aspek bernegara sejak fase perjuangan, fase kemerdekaan dan sampai hari ini. Maka ritual keislaman diberi ruang khusus dalam kehidupan masyarakat.
Seperti penayangan Adzan di televisi, merupakan tradisi dalam pertelevisian nasional. Tradisi informasi waktu Adzan yang di ikuti oleh lantunan Adzan digital di televisi sudah menjadi kebiasaan di Indonesia.
Maka akan sangat mengherankan, kebiasaan itu dihilangkan oleh karena adanya kegiatan agama lain yang sebenarnya tidak saling mengganggu.
Adzan di televisi maupun di masjid-masjid tidak mengganggu Misa Akbar itu. Begitu juga dengan perayaan Misa, tidak mengganggu umat Islam untuk melantunkan Adzan.
Tapi sikap pemerintah Indonesia seakan-akan telah memprovokasi umat Islam dengan mengeluarkan himbauan, melarang televisi untuk menayangkan Adzan saat misa. Artinya syiar Islam di jeda untuk menghormati Misa Paus.
Sikap ini merupakan bentuk intoleransi yang cukup membahayakan bangsa ini. Mungkin kalau seandainya Paus mengetahui surat dari pemerintah yang melarang sementara penayangan Adzan di televisi saat misa, akan menyesal dengan sikap pemerintah seperti itu. Karena dapat meretakkan keharmonisan antar umat beragama.
Bagi Paus dan umat kristiani Misa adalah ritual agamanya, dan bagi umat Islam Adzan adalah ritual agamanya. Antara misa dan Adzan adalah dua hal yang tidak saling mengganggu. Tetapi pemerintah Indonesia terlalu berlebihan menyikapinya, sehingga menimbulkan polemik.
Paus Fransiskus sangat menghormati Islam. Dan Paus menyadari Indonesia Negara dengan mayoritas Islam tetapi berpegang pada nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, sangat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.
Paus menurut saya sangat menghormati umat Islam dan menghormati ritual agama Islam, apalagi saat beliau berkunjung ke negara mayoritas Islam. Tentu Paus sangat mengerti akan adab menghormati tuan rumah.
Kedatangan Paus ke Indonesia Salah satu misinya adalah menebarkan persaudaraan dan toleransi.
Seharusnya menurut Saya, sebagai wujud nyata dari misi toleransi itu, seharusnya Paus menghentikan sejenak proses misa yang sedang berlangsung, saat waktu adzan tiba dan berkumandang sebagai bentuk penghormatan terhadap umat Islam Indonesia
Apabila itu terjadi, saya yakin, umat Islam akan lebih menghormati dan menjunjung Paus sebagai pemimpin negara dan agama yang bijaksana.
Tetapi justru yang terjadi, Adzan dihentikan dan digantikan dengan running text untuk menghormati Misa Paus. Ini sesuatu yang sangat paradoks menurut saya. Tindakan itu sangat tidak toleran bahkan menjadi tirani minoritas.
Ini dapat menyebabkan kecemburuan yang lebih hebat lagi di kalangan umat Islam dan bangsa Indonesia. Sehingga kehadiran Paus menjadi “polemik” tidak lagi menyampaikan misi kedamaian, melainkan justru membawa perpecahan di dalam negeri kita.
Kita tidak ingin kehadiran seorang yang dihormati dan dimuliakan oleh umatnya dan bahkan oleh seluruh dunia dicurigai sebagai pembawa perpecahan. Kami berharap pemerintah Indonesia jangan membuat gaduh yang bisa menyebabkan bangsa ini saling curiga.
Ingat, kehadiran paus adalah membawa misi kedamaian dan persaudaraan, bukan membawa kegaduhan dan pertentangan. pemerintah Indonesia tidak usah berlebihan membuat kebijakan yang akhirnya merugikan Paus dan umat Kristiani di Indonesia. Wallahualam bis Syawal.