Selasa 12 Nov 2024 18:12 WIB

Segini Dana yang Dibutuhkan PLN untuk Lakukan Transisi Energi

PLN telah menyusun sejumlah rencana pendanaan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo (kedua dari kiri) berjalan diantara panel surya dengan menggenggam bendera Merah Putih saat meninjau PLTS terapung Cirata di Purwakarta, Jawa Barat
Foto: PLN
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo (kedua dari kiri) berjalan diantara panel surya dengan menggenggam bendera Merah Putih saat meninjau PLTS terapung Cirata di Purwakarta, Jawa Barat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Keuangan PT PLN, Sinthya Roesly, menyampaikan rencana besar PLN untuk berkontribusi dalam upaya penurunan emisi karbon di Indonesia. PLN sebagai satu-satunya penyedia listrik di Indonesia, berkomitmen mengurangi emisi karbon hingga 2030.

Dengan lebih dari 91 juta pelanggan dan pendapatan sekitar 32 miliar dolar AS, PLN memikul tanggung jawab besar dalam hal emisi karbon yang setiap tahun mencapai sekitar 300 juta ton. Tanpa intervensi, emisi tersebut diproyeksikan meningkat menjadi 500 juta ton pada 2030.

Baca Juga

Dalam diskusi sebelumnya CEO PT PLN Darmawan Prasodjo mengatakan hingga 2040 perusahaannya membutuhkan 235 miliar dolar AS hingga 2040 untuk transisi energi bersih. Menurut Sinthya, untuk mewujudkan transisi energi ini dibutuhkan dana investasi sekitar 110 miliar dolar AS dari tahun depan hingga 2030.

“Jika kita tidak melakukan apa-apa, maka emisi karbon akan meningkat menjadi sekitar 500 juta ton pada tahun 2030. Jadi, kita perlu benar-benar bertindak serius untuk mengurangi emisi karbon,” katanya di panel diskusi Fostering and Enabling Innovative Climate Finance Mechanism di Pavilliun Indonesia, Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP29), Azerbaijan, Selasa (12/11/2024).

PLN telah menyusun sejumlah rencana pendanaan, baik melalui dana publik maupun swasta, dengan tujuan membangun proyek infrastruktur energi yang tepat dan berkelanjutan. PLN telah menyiapkan ratusan proyek yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan transisi energi Indonesia.

Dari total investasi, sekitar 80 miliar dolar AS dialokasikan untuk transmisi dan distribusi energi, sementara 30 miliar dolar AS lainnya diperlukan untuk pengembangan infrastruktur utama, termasuk jaringan pintar (smart grid). Sinthya menekankan PLN tidak hanya fokus pada pencapaian target emisi, tetapi juga memperhatikan dampak ekonomi dan sosial dari investasi tersebut.

Menurut Sinthya, untuk membiayai proyek-proyek besar ini, PLN berencana mengandalkan beberapa sumber pendanaan. Selain dari lembaga multilateral dan bilateral, pendanaan juga akan diperoleh dari sumber swasta seperti produsen listrik independen (Independent Power Producers/IPP) dan investasi campuran.

“Kami juga mencoba mengembangkan model pembiayaan campuran yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah Kementerian Keuangan,” jelas Sinthya.

Selain itu, PLN berupaya mengisi kesenjangan antara skema pembiayaan publik dan inisiatif platform global seperti Global Blended Finance Alliance (GBFA). Melalui aliansi keuangan campuran global ini, PLN berharap bisa menjembatani kebutuhan pendanaan untuk proyek-proyek transisi energi.

“Dengan membangun proyek yang tepat, kami dapat menarik minat investor iklim dan berdampak yang mengharapkan hasil ekonomi serta dampak sosial dari investasi mereka,” ujarnya.

Untuk memenuhi standar yang diharapkan oleh investor global, PLN telah menyusun kerangka kerja pembiayaan berkelanjutan dan pembiayaan hijau. Namun, Sinthya mengakui bahwa kerangka ini belum sepenuhnya memenuhi semua kebutuhan. “Kami perlu mengembangkan kerangka tambahan untuk memenuhi harapan dari investor baru yang fokus pada aspek Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG),” kata Sinthya.

PLN menyadari perlunya peningkatan dalam komunikasi dan kolaborasi dengan investor global serta lembaga keuangan seperti Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), dan inisiatif Just Energy Transition Partnership (JETP).

Saat ini, PLN sedang mengajukan paket investasi untuk proyek Energi Terbarukan dan Mekanisme Transisi (ETM) senilai sekitar 4,8 miliar dolar AS bersama ADB. Selain itu, PLN juga memperoleh pendanaan sebesar 20 miliar dolar AS dari JETP, dengan tambahan pendanaan 21 miliar dolar AS baru-baru ini untuk mendukung transisi energi yang berkelanjutan.

Sinthya juga menyoroti kebutuhan untuk memperjelas harapan investor dalam hal proyek transisi energi yang nyata dan dampak pembangunan yang diinginkan. “Kami berharap mendapatkan dukungan lebih dari lembaga-lembaga tersebut untuk memastikan kami mampu memenuhi kebutuhan organisasi platform global dan investor. Harapannya, kami bisa mencapai contoh transisi energi yang nyata,” ujarnya.

Meskipun upaya PLN untuk mencapai transisi energi yang berkelanjutan sudah dimulai, Sinthya mengakui bahwa tantangan besar masih menghadang. “Kita belum memiliki kerangka kerja yang sepenuhnya sesuai dengan ekspektasi global, tapi langkah-langkah awal sudah ada. Kami perlu mempersempit kesenjangan dengan mengembangkan platform kolaborasi yang lebih kuat,” kata Sinthya.

Sebagai satu-satunya operator listrik nasional, PLN juga harus siap menjalankan tugasnya meski tanpa dukungan penuh dari investor asing. Dengan atau tanpa GBFA dan investor lain, Sinthya menekankan bahwa PLN akan terus mencari solusi untuk mencapai target emisi karbon. “Kami akan terus bekerja dengan berbagai mitra multilateral, termasuk World Bank, ADB, dan JETP, demi mengamankan pembiayaan hijau dan mempercepat transisi energi,” tegasnya.

Dengan berbagai upaya ini, PLN berharap mampu memenuhi target emisi karbon yang telah ditetapkan pemerintah, sekaligus memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang berkelanjutan bagi masyarakat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement