Senin 18 Nov 2024 22:59 WIB

Ambruknya Doktrin Sapi Merah Bersamaan dengan Banyaknya Tentara Israel yang Mati

Tentara israel banyak yang bertumbangan dalam Perang Gaza dan Lebanon

Tentara Israel membawa peti mati Sersan. Kelas Satu Nazar Itkin, yang terbunuh dalam operasi darat Israel melawan militan Hizbullah di Lebanon, saat pemakamannya di Kiryat Ata, Israel, Minggu, 6 Oktober 2024.
Foto: AP Photo/Baz Ratner
Tentara Israel membawa peti mati Sersan. Kelas Satu Nazar Itkin, yang terbunuh dalam operasi darat Israel melawan militan Hizbullah di Lebanon, saat pemakamannya di Kiryat Ata, Israel, Minggu, 6 Oktober 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, 

Tapi kami akan mengingat semuanya.

Baca Juga

Karena persahabatan seperti ini tidak akan pernah

tidak akan pernah membiarkan hati kita lupa.

Cinta suci darah

Akan bersemi di antara kita lagi.”

Ini adalah kata-kata dari salah satu lagu yang paling abadi dalam kesadaran orang Israel, “Ha'areyot”, yang berarti persahabatan dan persaudaraan.L

Lagu ini ditulis setahun setelah meletusnya Perang 1948, mewujudkan istilah yang populer di Israel: “persaudaraan seperjuangan”. Selama tahun-tahun itu, orang Israel mengingat lusinan kisah simbolis tentang solidaritas antara pasukan cadangan (wajib militer) dan kecepatan mereka dalam merespons panggilan “tanah air” dalam keadaan darurat.

Namun yang pasti, ada sesuatu yang berubah di Israel dan tentara negara ini setelah tiga dekade pertama berdirinya negara tersebut. Secara khusus, 1985 adalah tahun yang sangat penting di mana tentara berhenti memanggil para prajurit cadangan untuk berpartisipasi dalam operasi tempur di Lebanon, di bawah tekanan pemerintah, setelah banyak dari mereka yang kembali dari medan tempur berpartisipasi dalam protes rakyat yang menuntut diakhirinya perang di Lebanon, sebuah momen yang menandai dimulainya penurunan konsensus rakyat tentang perang Israel, dan dengan demikian penurunan motivasi untuk terlibat dalam pertempuran.

Sejak saat itu, para prajurit cadangan tidak terlibat secara substansial dalam perang Israel berikutnya hingga Badai Al-Aqsa, menurut sebuah penelitian panjang yang diterbitkan oleh situs web Sekolah Tinggi Angkatan Udara Israel pada 2014.

Namun, ada lebih banyak faktor obyektif di balik pergeseran ini, jauh di luar faktor subyektif yang terkait dengan motivasi pasukan untuk berperang.

Tahun 1980-an dan 1990-an menyaksikan penurunan risiko perang reguler antara Israel dan tentara Arab, dan munculnya ancaman tidak teratur lainnya, dengan berdirinya Jihad Islam di Palestina pada 1981, Hizbullah di Lebanon pada 1982, dan Hamas pada 1987.

Akibatnya, doktrin operasional IDF berubah untuk mengurangi peran operasi darat berskala besar dan fokus pada pengembangan Angkatan Udara dan intelijen untuk menerapkan pola tempur baru yang mengandalkan serangan terfokus dan tegas.

Faktor lainnya adalah krisis ekonomi parah yang dialami Israel pada 1980-an, karena peningkatan belanja militer yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun-tahun setelah perang '73.

Sebagai hasil dari krisis ini, Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertahanan sepakat bahwa Kementerian Pertahanan akan menanggung seluruh biaya pasukan cadangan, dan karena kementerian itu tidak terikat dengan anggaran khusus untuk pasukan cadangan, kementerian tersebut menghemat anggaran mereka untuk sektor-sektor lain dalam angkatan darat yang dianggapnya lebih diprioritaskan, seperti angkatan udara dan kendaraan-kendaraan modern.

BACA JUGA: Kehancuran Proyek Zionisme Israel Mulai Terlihat Jelas?

Persepsi angkatan darat tentang status pasukan cadangan telah berubah, dan peran mereka dalam doktrin operasionalnya telah menurun seiring dengan menurunnya peran operasi darat secara umum, sebagai bagian dari kecenderungan untuk membangun pasukan kecil dan profesional yang mengandalkan operasi darat sebagai alat utama untuk mencapai tujuan strategis dalam perang yang cepat dan menentukan.

Selama empat dekade ini, mereka hanya dipanggil secara ekstensif selama peristiwa Intifada Al-Aqsa dalam operasi militer yang disebut Operasi Tembok Pertahanan, yang bertujuan untuk menduduki kembali daerah-daerah di Tepi Barat, terutama kamp pengungsi Jenin.

Pasukan cadangan tidak berpartisipasi dalam operasi militer penting apa pun dalam perang 2006 di Lebanon selatan dan perang Gaza 2008, 2012, dan 2014, dan peran mereka terbatas pada misi pertahanan di luar area keterlibatan yang penting. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement