Senin 25 Nov 2024 07:47 WIB

Shell Dikabarkan Bakal Tutup SPBU di Indonesia, Petronas dan Total Sudah Hengkang Duluan

Bisnis SPBU di Indonesia memang relatif menantang.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Ahmad Fikri Noor
SPBU Shell.
Foto: istimewa
SPBU Shell.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar mengenai Shell Indonesia akan menutup operasional SPBU telah beredar sepanjang akhir pekan lalu. Manajemen Shell Indonesia pun langsung merespons isu yang sedang beredar. Vice President Corporate Relations Shell Indonesia, Susi Hutapea menegaskan informasi yang beredar tidak benar.

"Kami tidak dapat berkomentar atas spekulasi yang terjadi di pasar. Shell Indonesia tetap berfokus pada kegiatan operasi SPBU untuk para pelanggan kami," kata Susi kepada Republika.co.id, Ahad (24/11/2024).

Baca Juga

Kendati demikian, tercatat bisnis SPBU di Indonesia memang relatif menantang. Terbukti, dua perusahaan migas besar asing pun tak mampu bertahan di pasar SPBU Indonesia. Dua perusahaan itu yakni Petronas asal Malaysia dan Total asal Prancis.

Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) turut berbicara. Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal menyinggung kondisi bisnis SPBU saat ini didominasi Pertamina. Itu menjadi tantangan bagi perusahaan lain.

Ia menerangkan, secara umum, Pertamina merajai bisnis SPBU di Tanah Air. Itu juga karena peran pemerintah di sana. Menurut dia, sebanyak 90 persen SPBU di seluruh nusantara mayoritas milik BUMN tersebut.

"Itu bukan sesuatu yang disembunyikan. BBM subsidi kan didistribusikan oleh Pertamina. Pasar BBM subsidi luar biasa besarnya, jadi dengan itu saja, Pertamina sudah mayoritas," ujar Moshe.

Di sisi lain, ia mengakui kualitas produk Pertamina semakin bagus. Ada perbaikan dan perkembangan. Itu memicu hadirnya inovasi baru.

Dengan demikian, kelebihan dari pihak lain, jelas Moshe, terlihat kian berkurang. "Mungkin dari sisi performance, dari sisi kualitas BBM-nya, tadinya ada kelebihan dibandingkan punya Pertamina. Sekarang jadi berkurang kan kelebihannya. Pelanggan kan melihat, kalau tidak ada bedanya, ngapain saya bayar lebih mahal gitu."

Moshe melanjutkan, bicara persaingan, bisnis SPBU non-Pertamina, bukan hanya Shell. Ada juga Vivo, lalu BP-AKR. Hanya saat ini Shell Indonesia yang sedang dalam sorotan.

Pada Agustus 2024 lalu, terdengar pemberitaan tentang rencana Shell menutup 1000 SPBU di beberapa negara hingga 2025. Belum ada pernyataan lanjutan negara mana saja.

"Tapi kan mereka tidak menyebut SPBU yang mana, gitu kan. Ya, memang dari situ mungkin ada asumsi bahwa, wah ini SPBU di Indonesia nih. Karena di Indonesia, itu tadi yang saya bilang, tantangannya kan cukup besar, gitu ya. Jadi mungkin rumor itu berasal dari situ," tutur Moshe.

Intinya, ia menegaskan, hanya manajemen Shell yang memiliki kewenangan untuk menjawabi apa yang diisukan. Lagi pula, produk Shell di Indonesia bukan hanya SPBU, ada juga minyak pelumas. Itu masih cukup diminati.

Moshe menyarankan pemerintah untuk lebih menjaga keseimbangan dalam pengaturan. Itu tentang bagaimana mengatur distribusi bbm subsidi yang dalam hal ini menunjukkan peran Pertamina sebagai perusahaan negara, di sisi lain harus tetap menarik bagi peluang investasi. Konkretnya, tetap ada banyak yang terlibat persaingan di lapangan.

Dengan memunculkan banyak pesaing, otomatis menghadirkan inovasi. Itu memengaruhi harga, pelayanan, dan kualitas. "Istilahnya yang mendominasi akan bilang, (pelanggan) bakalan beli barang saya, ngapain saya pusing-pusing inovasi. Sedangkan kalau ada persaingan (tentu berbeda). Itulah makanya saya bilang, Pertamina kan produknya makin lama makin bagus, ada inovasi. Kenapa? Karena ada persaingan."

Ia melihat apa yang terus dilakukan Pertamina sudah menunjukkan sebuah inovasi. Pada saat bersamaan Moshe tetap mendorong pemerintah untuk membuka investasi sebesar-besarnya di sektor SPBU, demi menghadirkan persaingan yang sehat dan berkualitas. Pelanggan yang akan menikmati situasi ini.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement