MenPANRB telah memastikan, ASN secara bertahap akan pindah ke IKN mulai Januari 2025. Perpindahan ASN dari Jawa ke IKN di Kalimantan ini seperti laiiknya transmigrasi tahun 1936, meminndah orang Jawa ke Kutai saat uang mahal.
IKN pekan-pekan ini ikut disorot lagi, karena menjadi objek lukisan Yos Suprapto yang batal dipamerkan di Galeri Nasional. Dari lima lukisan Yos Suprapto yang tidak disetujui kurator, ada tiga yang menyentil IKN.
Pertama lukisan yang menampilkan lansekap IKN dengan kursi merah dan Istana Burung Garuda yang menjelma menjadi burung terbang berwarna kuning keemasan.
Kedua, lukisan Jokowi menuntun banteng merah dengan latar belakang Istana Negara di IKN.
Ketiga, Sosok telanjang bulat terlihat punggung mengenakan mahkota mirip mahkota Mataram, dengan latar belakang Istana Burung Garuda IKN. Kerumuman orang telanjang sedang berusaha menjilat pantat sosok telanjang itu.
Secara bertahap, IKN akan ditempati ASN sejak Januari 2024. Selain itu, Presiden Prabowo juga merencanakan akan berkantor di IKN sejak 2028, artinya ibu kota negara Indonesia pada 2028 itu pindah ke ibu kota Nusantara.
IKN dlberada di Penajam, yang di masa lalu masuk wilayah Kerajaan Kutai. Pada 1936, banyak daerah sedang susah anggaran, sehingga harus melakukan penghematan, sehingga disebut zamal mahal uang (dhueit larang).
Probolinggo, misalnya, memiliki sisa anggaran 1934 untuk 1935 hanya 37.488 gulden. Pekalongan memiliki saldo sekitar 60 ribu gulden.
Di Demak, desa-desa mengumpulkan uang lalu secara kolektif disimpan di bank. Jumlahnya mencapai satu juta gulden.
Lantas, ide mengirim penduduk Jawa ke Kalimantan pun muncul. Kutai menjadi tujuan, karena Kutai dianggap memliki kaitan dengan Jawa.
Batara Agung Maharaja Dewa Sakti, raja Kutai pertama, disebut Locomotief berkunjung ke Majapahit setahun sekali. Dulu, Kutai dikenal sebagai Nusentara (Nusantara). Menurut //Locomotief//, itu diartikan sebagai “tanah yang terpotong”.
Penyebutan itu menurut sudut pandang Majapahit. Bukan menurut sudut pandang Kutai.
SW Tromp yang menulis //Uit de Salasila van Koetei// pada 1888, menyebut Nusentara untuk nama Kutai berdasarkan sastra lisan. Tapi menurut Constantinus Alting Mees yang menulis //De Kroniek van Koetai// pada 1935, sebutan Nusentara/Nusantara tak hanya untuk merujuk Kutai, melainkan juga untuk Pulau Kalimantan secara keseluruhan.
Nusantara dari “nusa antara” diartikan sebagai “pulau tengah”. Sebutan “pulau Tengah” ini tentu dianggap hanya cocok disematkan kepada Kalimantan.
Kini Nusantara dijadikan sebagai nama ibu kota. Akibatnya bisa muncul salah pengertian, bahwa nama negara bukan lagi Indonesia, tapi Nusantara: IKN adalah Ibu Kota Negara Nusantara.
Lokasi IKN yang dekat dengan Kutai itu jadi objek lukisan karya Yos Suprapto. Kutai, kata Mees, bisa ditemukan di //Negarakartagama// tembang 14.1. Selain itu, lanjut Mees, naskah //Hikajat Raja-Raja Pasai// dan //Pararaton//, juga mengonfirmasi hal itu.
Transmigrasi orang-orang Jawa ke Kutai di zaman uang mahal itu perlu membuka lahan baru. Terbukanya kawasan, juga dinilai akan mendorong orang-orang Dayak memiliki penghidupan yang lebih baik.
Di tulisan di De Locomotief disebutkan, para petinggi dan anak raja Kutai sangat menyukai orang Jawa. Hubungan mereka sudah ada jauh sebelum VOC datang.
Kerajaan Kutai-Hindu sudah ada di abad ke-5, wilayahnya ada di dekat Muarakaman. Di lokasi ini pernah ditemukan patung emas Wisnu, patung emas kura-kura, dan sebagainya.
Prof Kern menyitir buku pedoman Aryabhata yang ditulis pada 499 Masehi, menyebut wilayah itu bernama Yawa-Koti, yang artinya “Titik Jawa”. Nusantara diberi definisi oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai “sebutan (nama) bagi seluruh wilayah Kepulauan Indonesia”.
Sedangkan oleh //Dictionnaire de Termes de Droit Coutumier Indonésien// (Kamus Istilah Hukum Adat Indonesia) yang terbit di Prancis pada 1934, Nusantara didefinisikan menggunakan sudut pandang Majapahit. Yaitu sebagai “wilayah asing” atau “pulau lain”.
Tapi pada 1945, Muh Yamin menyatakan di sidang BPUPKI bahwa Nusantara tak lagi dipahami sebagai wilayah luar jawa. Yamin menyebut Nusantara sebagai wilayah yanag dikuasai pemerintah kolonal Hindia Belanda.
Sebelum pada pengertian itu, Nusantara sempat dipahami sebagai wilayah Hindia Belanda plus sekitarnya, mencakup hingga wilayah Malaya dan Polinesia.
Priyantono Oemar