Rabu 12 Mar 2025 19:14 WIB

Belanda dan Sejarah Pendakian Puncak Carstensz, Bantu Sekolah di Lembah Baliem

Belanda memiliki sejarah panjang dengan Puncak Carstensz sejak 1623. Ekspedisi-ekspedisi pun dilakukan untuk membuktikan adanya pegunungan bersalju di Papua. Namun, ternyata bukan orang Belanda yang pertama mencapai Puncak Carstensz.

Rep: oohya! I demi Indonesia/ Red: Partner
.
Foto: network /oohya! I demi Indonesia
.

Gambar Puncak Carstensz Papua. Belanda memiliki sejarah panjang mengenai pendakian Puncak Carstensz, tapi sejarah mencatat, yang menaklukkannya ternyata bukan orang Belanda. Sumber: algemeen dagblad (1992)

Pada tahun 1992, 10 pendaki dari Provinsi Limburg, Belanda, mendaki Puncak Carstensz. Mereka meneruskan tradisi dalam sejarah Belanda sejak awal abad ke-20, gigih melakukan ekspedisi untuk membuktikan kebenaran ada salju di Puncak Carstensz.

Pendakian pada 1992 itu tak hanya urusan mendaki, melainkan juga menyalurkan bantuan pendidikan di Lembah Baliem. Atas bantuan misionaris Jan van der Horst, terhubunglah sekolah di Heerlen, Limburg, dengan sekolah di Wouma, Lembah Baliem.

Jos Smeets, pemimpin pendakian itu, mengajar di sekolah di Heerlen. Siswa-siswanya, seperti dilaporan oleh Algemeen Dagblad edisi 11 Juli 1992, mengumpulkan dana mencapai 25 ribu gulden untuk disumbangkan ke sekolah di Wouma.

Bersama Jos Smeets (46), di pendakian itu ada Henk Beyer (35), Noes Burnaby Lautier (40), Jeff Christophe (44), Robert Eckhardt (42), Toon Hezemans (29), Cees Janmaat (30), Gerdie Smeets (45), Francois Verhoeven (26), dan Harry Zwerus (45). Mereka tergabung di Vallekebergse Alpe Vrung (VAV).

Puncak Carstensz dilihat oleh orang Belanda pertama kali pada 16 Februari 1623. Orang itu bernama Jan Carstensz, perwira sekaligus kepala dagang Kompeni, yang berlayar ke Papua dan dari kapalnya melihat pegunungan yang berselimut salju.

Pegunungan itu disebut Pegunungan Salju Nugini. Hampir tiga abad kemudian, orang-orang Belanda membuktikan kebenaran informasi dari Jan Carstensz itu.

Beberapa kali ekspedisi dilakukan sejak adal 1900-an, dengan didampingi oleh tentara. Akhirnya pada 8 Novermber 1909, tim ekspedisi yang dipimpin Hendrik Albert Lorentz ketemu dengan salju abadi di pegunungan itu, di ketinggian 4.461 mdpl.

Belum mencapai puncaknya, memang, di ketinggian 4.884 mdpl, tetapi keberhasilan Lorentz dan kawan-kawan dianggap sebuah kejayaan bagi Belanda. Keberhasilan ini mendahului tim ekspedisi Inggris yang juga dikirim pada tahun 1909 untuk membuktikan kebenaran adanya pegunungan bersaljju itu.

Keberhasilan pendakian pada 1909 itu dipuji oleh Prof AAW Hubrecht, direktur De Maatschappij ter Bevordering van het Natuurkundig Onderzoek der Nederlandsche Koloniën (Masyarakat untuk Pengembangan Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam di Koloni Belanda). Sejarah mencatat, ia lalu mencetuskan penggantian nama pegunungan itu.

“Seharusnya tidak lagi disebut dengan nama samar Pegunungan Bersalju Nugini, tetapi secara lengkap akan pantas disebut sebagai Pegunungan Carstensz untuk menghormati orang yang pertama kali mengamatinya,” kata Hubrecht saat jamuan penghormatan kepada tim Lorentz pada April 1910.

Bahkan, pada 1909 itu dicetuskan pula untuk promosi Puncak Carstensz itu sehingga banyak yang berkunjung Papua. Maka, Belanda akan membangun hotel dan menyediakan pemandu.

“Berkat Cartensz dan Lorentz, Pegunungan Salju Nugini telah menjadi Alpennya Belanda. Orang asing akan dengan senang hati diterima di sana,” tulis Algemeen Handelsblad edisi 21 Mei 1910.


Setelah kesuksesan pendakian 1909, sejarah mencatat, pendakian Puncak Carstensz terus dilakukan pada tahun-tahun berikutnya. Namun, sejarah mencatat, belum ada yang behasil mencapai puncak hingga pendakian tahun 1936.

Dr AH Colijn, putra perdana menteri Belanda, pada April 1936 terbang di atas Puncak Carstensz, sehingga ia bertekad mendaki hingga ke puncak. Colijn bekerja di perusahaan minyak Nugini Belanda, menggunakan pesawat amfibi Sikorsky Bakopa yang biasa digunakan untuk survei udara.

“Ketika ia melihat ke bawah dari udara pada kesunyian es, salju, dan batu yang belum pernah diinjak itu, keinginannya untuk mencapai puncak-puncak tinggi di atas bumi itu telah menjadi tekad yang kuat,” tulis Friesch Dagblad edisi 20 Desember 1937.

Bersama timnya, Colijn kemudian melakukan pendakian didampingi oleh delapan orang Dayak. Pada tanggal 5 Desember 1936, ia menginjakkan kaki di salah satu dari tiga puncak.

“Namun upaya untuk mendaki puncak tertinggi, Puncak Carstensz, batu yang tidak dapat diakses, dibatalkan karena cuaca buruk. Colijn menulis buku tentang ekspedisinya: Ke salju abadi di Belanda tropis,” lanjut Friesch Dagblad.

Sejarah mencatat, seperti ditulis Algemeen Dagblad, Puncak Carstensz baru bisa ditaklukkan pada tahun 1962, menjelang Papua menjadi milik Indonesia. Namun, pendakian itu tidak dilakukan oleh orang Belanda, melainkan oleh pendaki Austria (Heinrich Harrer) dan Selandia Baru (Philip Temple). Harrer dikenal sebagai perintis pendakian dari sisi utara Eiger.

Priyantono Oemar

sumber : https://oohya.republika.co.id/posts/513817/belanda-dan-sejarah-pendakian-puncak-carstensz-bantu-sekolah-di-lembah-baliem
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement