REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA — Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Sukadiono menanggapi keluarnya fatwa haram terhadap hiburan keliling "sound horeg" yang dikeluarkan oleh Pondok Pesantren (Ponpes) Besuk, Kabupaten Pasuruan. Menurut dia, Muhammadiyah Jatim lebih menyoroti persoalan ini dari sisi etika dan kesehatan, ketimbang mengeluarkan fatwa hukumnya.
“PWM itu lebih pada masalah etika, bagaimana kita menghargai orang lain dan lingkungan kita. Jangan sampai kita ini mengganggu ketenangan, ketertiban, dan kenyamanan orang lain,” ujar Sukadiono saat dikonfirmasi Republika, Ahad (6/7/2025).
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya dan guru besar di bidang fisiologi olahraga ini menilai, penggunaan sound horeg sah-sah saja selama tidak merugikan masyarakat sekitar. Menurut dia, secara etika penggunaan sound horeg tersebut tidak tepat.
“Kalau dari sisi fatwa, kita belum sampai ke situ. Tapi secara etika, itu kurang pantas jika sampai mengganggu lingkungan. Jadi bukan soal haram atau makruh, tapi soal etika dan kebijaksanaan dalam bermasyarakat,” ucap dia.
Sukadiono menambahkan, hingga saat ini PWM Jatim juga belum pernah secara khusus menginstruksikan Majelis Tarjih untuk membahas persoalan sound horeg dalam konteks hukum Islam.
Kendati demikian, PWM Jatim tetap memberikan perhatian terhadap keresahan masyarakat yang timbul akibat fenomena sound horeg. Menurut Sukadiono, edukasi kepada masyarakat menjadi langkah utama yang akan diambil, baik dari sisi etika sosial maupun dampak kesehatan.
“Kita akan imbau PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah) yang terdekat, terutama di wilayah Pasuruan, untuk melakukan pendekatan persuasif. Edukasi penting, baik dari sisi etika maupun dari sisi bahaya kesehatan telinga,” kata dia.
