Sabtu 12 Jul 2025 10:13 WIB

Mentan Ungkap Temuan 212 Merek Beras tak Sesuai Standar, Potensi Rugi Hampir Rp 100 Triliun

Seluruh temuan tersebut sudah dilaporkan kepada Kapolri dan Satgas Pangan.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Petugas membawa beras premium yang sudah dikemas di Sentra Penggilingan Padi (SPP) Bulog di Karawang, Jawa Barat, Senin (20/5/2024).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Petugas membawa beras premium yang sudah dikemas di Sentra Penggilingan Padi (SPP) Bulog di Karawang, Jawa Barat, Senin (20/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkap temuan mengejutkan terkait peredaran beras yang tidak sesuai standar di pasaran. Temuan ini merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Pertanian dan Satgas Pangan yang mendapati 212 merek beras tidak memenuhi ketentuan mutu, kualitas, dan kuantitas.

"Alhamdulillah temuan Kementerian Pertanian kemarin bersama Satgas Pangan tentang beras di mana kualitasnya, mutunya, kuantumnya tidak sesuai dengan standar. Ada 212 yang ditemukan oleh Satgas Pangan dan Kementerian Pertanian," ujar Amran di Jakarta, Sabtu (12/7/2025)

Baca Juga

Menurut Amran, seluruh temuan tersebut sudah dilaporkan kepada Kapolri, Jaksa Agung, dan Satgas Pangan agar segera ditindaklanjuti secara hukum. Amran berharap proses penyelidikan dan penindakan berlangsung cepat demi melindungi masyarakat.

"Mudah-mudahan ini diproses cepat. Kami sudah terima laporan tanggal 10, dua hari yang lalu, itu telah mulai pemeriksaan. Kami berharap ini ditindak tegas," ucap Amran. 

Amran menegaskan, praktik pengemasan dan pelabelan yang menyesatkan sangat merugikan konsumen. Banyak produk beras yang mengklaim berisi lima kilogram, namun nyatanya hanya 4,5 kilogram, serta yang menyebut diri sebagai beras premium padahal kualitasnya medium atau bahkan di bawahnya.

"Kepada saudara-saudara yang lain pengusaha beras seluruh Indonesia, jangan melakukan hal serupa. Ada yang 86 persen mengatakan ini premium, padahal itu adalah beras biasa. Artinya 1 kg bisa selisih Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kg," lanjut Amran. 

Amran mengibaratkan praktik kecurangan itu seperti menjual emas 24 karat padahal hanya 18 karat. Amran memperkirakan kerugian dari praktik tersebut mencapai hampir Rp 100 triliun, dan akan menjadi beban besar jika terus dibiarkan selama bertahun-tahun.

"Nah ini kan merugikan masyarakat Indonesia. Itu kurang lebih Rp 99 triliun, hampir Rp 100 triliun kerugian. Kalau ini terjadi setiap tahun, katakan lah 10 tahun atau lima tahun, kalau 10 tahun kan Rp 1.000 triliun, kalau lima tahun kan Rp 500 triliun ini kerugian," ucap Amran.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement