REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa pengembalian uang oleh Bupati Pati, Sudewo, tidak menghapus unsur pidananya dalam kasus dugaan suap terkait pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
“Pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidananya,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (14/8). Pernyataan ini merujuk pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal tersebut menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3. Oleh karena itu, Asep meminta semua pihak untuk menunggu pemanggilan mantan anggota DPR RI tersebut oleh KPK.
Proses Hukum dan Bukti yang Disita
Nama Sudewo mencuat dalam sidang kasus tersebut dengan terdakwa Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah, Putu Sumarjaya, dan pejabat pembuat komitmen BTP Jawa Bagian Tengah, Bernard Hasibuan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang pada 9 November 2023. Dalam sidang itu, KPK disebut menyita uang dari Sudewo sekitar Rp3 miliar. Jaksa Penuntut Umum KPK menunjukkan foto uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing yang disita dari rumah Sudewo.
Sudewo membantah tuduhan tersebut, termasuk menerima uang sebesar Rp720 juta yang diserahkan pegawai PT Istana Putra Agung dan Rp500 juta dari Bernard Hasibuan melalui stafnya, Nur Widayat.
Perkembangan Kasus dan Penahanan
Pada 12 Agustus 2025, KPK menahan tersangka ke-15 dalam kasus ini, seorang aparatur sipil negara (ASN) di Kemenhub bernama Risna Sutriyanto. Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah DJKA Kemenhub, yang kini bernama BTP Kelas I Semarang.
KPK telah menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan. Hingga November 2024, jumlah tersangka bertambah menjadi 14, termasuk dua korporasi. Kasus ini melibatkan proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso, proyek di Makassar, Sulawesi Selatan, dan proyek lainnya di Jawa dan Sumatera. Diduga terjadi pengaturan pemenang proyek oleh pihak tertentu melalui rekayasa administrasi dan penentuan pemenang tender.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.