REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman merespons kabar banyaknya penggilingan padi kecil di daerah yang disebut tutup. Amran menegaskan informasi tersebut tidak sepenuhnya benar, melainkan lebih terkait dengan ketidakseimbangan kapasitas giling dan produksi padi nasional.
“Sekarang ada tiga klaster penggilingan. Tolong diperhatikan, ada penggilingan kecil 161 ribu unit, menengah 7.300 unit, dan besar 1.065 unit. Clear ya,” kata Amran dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (17/8/2025).
Ia menjelaskan kapasitas giling penggilingan kecil mencapai 116 juta ton per tahun, sedangkan produksi padi nasional hanya sekitar 65 juta ton. Kondisi ini membuat banyak mesin tidak beroperasi.
Menurut Amran, fenomena penggilingan kecil tutup bukanlah hal baru. “Ada yang menulis kemarin pabrik kecil tutup, itu sudah lama terjadi,” ujarnya.
Selain faktor kapasitas, musim panen juga memengaruhi. Sekitar 70 persen produksi padi terjadi pada semester pertama (Januari–Juni), sehingga sebagian besar gabah sudah tergiling pada periode itu. Semester kedua, pasokan bahan baku berkurang.
Ia menambahkan, penggilingan kecil juga kerap kalah bersaing harga dengan pemain besar. “Kalau yang kecil beli Rp6.500, yang besar bisa Rp6.700. Kalau kecil naik Rp6.700, yang besar ambil Rp7.000. Artinya, yang kecil terganggu,” kata Amran.
Namun, Amran melihat dinamika pasar justru memberi peluang baru. Pengurangan penjualan beras premium di ritel modern diikuti dengan peningkatan penjualan di pasar tradisional, yang menghidupkan kembali peran penggilingan kecil.
Dengan stok beras sekitar 23 juta ton hingga akhir tahun dan kapasitas giling terpasang 165 juta ton, Mentan menilai wajar jika tidak semua penggilingan beroperasi penuh. “Mudah-mudahan akan terbentuk struktur pasar baru,” ucapnya.
Amran juga menyoroti praktik kecurangan harga. Ia mengungkapkan ada pihak yang menjual beras dengan kualitas tidak sesuai label sehingga harga naik tidak wajar. “Itu sudah berapa tersangka ditetapkan,” katanya.
Berdasarkan pemantauan, Amran menyebut harga beras mulai turun di sejumlah daerah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Aceh, Lampung, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Hanya di Sumatra Utara harga masih bertahan.
Ia membantah tingginya harga beras disebabkan penyerapan besar oleh Bulog. Menurutnya, Bulog hanya menyerap sekitar delapan persen dari total beras yang beredar, sementara sisanya dikuasai swasta.
Amran memastikan pemerintah bersama kementerian terkait terus melakukan rapat koordinasi untuk menata ulang struktur pasar beras agar lebih sehat. “Stok nasional sebenarnya surplus, hanya ada anomali harga yang terbentuk di pasar,” tegasnya.