REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Institut Pertanian Bogor (IPB), Herry Frans Sinurya meneliti mikrobiologi yang terdapat pada telur. Hal ini didasarkan pada rawannya telur sebagai makanan dengan harga terjangkau yang cepat sekali mengalami kerusakan.
"Salah satu penyebab rusaknya telur karena terdapatnya mikroorganisme yang terus tumbuh dan berkembang. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur, baik melalui air, udara maupun kotoran ayam," kata Herry melalui siaran pers Republika.co.id, Rabu (10/5).
Herry mengatakan, mikroorganisme yang terdapat pada telur tersebut akan mendegradasi atau menghancurkan senyawa-senyawa yang ada di dalam telur menjadi senyawa berbau khas yang mencirikan kerusakan telur. Itulah sebabnya semakin lama telur disimpan maka semakin banyak pula bakteri yang akan masuk melalui pori-pori pada kulit telur.
Dalam penelitiannya yang berjudul “Jumlah Mikroorganisme dalam Telur Ayam Konsumsi yang Disimpan dalam Refrigerator Berdasarkan Masa Simpan”, salah satu faktor lingkungan yang memengaruhi telur adalah suhu.
"Suhu dapat mempengaruhi mikroorganisme dalam dua cara, yaitu apabila suhu naik, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat; dan apabila suhu rendah, maka kecepatan metabolisme bakteri juga rendah dan pertumbuhan mikroorganisme diperlambat," ungkap Herry.
Dia mengatakan, prinsip penyimpanan telur adalah memperkecil penguapan CO2 dan H2O dari dalam telur. Oleh karena itu, lanjut Herry, dibutuhkan temperatur yang relatif rendah agar penurunan berat telur lebih lambat akibat pengaruh mikroorganisme yang masuk ke dalam telur dan memakan isi telur.
Cara untuk mengatasi kerusakan telur yaitu dengan meletakkan telur pada suhu rendah, yaitu pada kulkas. Selain itu, kata dia, cara lain bisa dengan menempatkan telur pada kadar kelembaban yang tepat.
"Kelembaban yang relatif baik untuk penyimpanan telur adalah 50 persen. Kelembaban yang tinggi akan membantu pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan apabila terlalu rendah akan menyebabkan makanan kehilangan air karena adanya penguapan," jelas Herry.