Sabtu 07 Apr 2018 07:56 WIB

Mikroplastik dari Kompos Bisa Cemari Air dan Tanah

Plastik yang dibuang ke tanah mungkin dimakan cacing dan mengendap di tanah.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Winda Destiana Putri
Pupuk kompos
Pupuk kompos

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Membuat sampah menjadi kompos semula diyakini sebagai langkah positif bagi lingkungan. Namun, sebuah studi terbaru menemukan sampah rumah tangga dan pasar swalayan bisa jadi sumber polusi mikroplastik.

Dalam studi yang dipublikasikan dalam Science Advances, ekolog University of Bayreuth di Jerman, Christian Laforsch, menyampaikan, plastik yang dibuang ke tanah mungkin dimakan cacing dan mengendap di tanah kemudian masuk ke lapisan air tanah. "Jika seperti itu, kita tak tahu bagaimana akhirnya," kata Laforsch seperti dikutip Science News.

Laforsch dan timnya meneliti berbagai kompos baik dari sampah rumah tangga, pasar swalayan, maupun produk biogas. Kompos dari sampah pasar swalayan mengandung mikroplastik terbanyak yakni 895 buah sampah plastik berukuran lebih dari satu milimeter di tiap kilogram bobot sampah kering.

Persoalannya, menurut ekolog University of Toronto Chelsea Rochman, riset tentang itu masih amat sedikit dibanding riset dampak polusi mikroplastik di laut. Bukti-bukti terbaru menunjukkan pencemaran mikroplastik juga terjadi di darat dan air tanah, sama seperti di laut. Bahkan jangkauannya dari khatulistiwa hingga kutub.

Rochman sendiri mempublikasikan hasil risetnya tentang pencemaran mikroplastik ini di jurnal Science pada Jumat (6/4). Ia dan timnya menduga mikroplastik sampai ke Arktika karena terbawa hujan. "Sekarang mikroplastik ada dimana-mana, di air minum, makanan dari laut, bahkan di lahan pertanian," kata Rochman.

Dampak masuknya mikroplastik dalam kompos yang kemudian dimakan cacing, burung, dan akhirnya oleh manusia belum sepenuhnya diketahui. Ia menduga dampaknya akan variatif tergantung jenis plastiknya.

"Kami tidak bilang semua plastik harus dimusnahkan. Tapi kita harus mulai berpikir plastik ini jadi polutan global yang sulit ditangani," kata Rochman.

Peneliti lingkungan Radboud University, Nijmegen Belanda, Ad Ragas, tak menduga plastik akan masuk dalam pupuk, meski hal itu masuk akal. Label yang menempel pada mentimun atau apel yang busuk kemudian dicacah untuk diolah jadi kompos memang tidak hilang dan pasti masuk dalam proses.

Meskipun, Ragas melihat kontribusi plastik dalam kompos tak sebanyak sumber lain seperti pengolahan limbah cair. "Temuan ini memicu banyak pertanyaan yang belum saya pelajari," kata Ragas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement