REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan pihaknya sedang mengembangkan sistem deteksi dini gempa yang bisa mendeteksi dan memberikan peringatan gempa dalam waktu hingga 30 detik setelah gelombang primer.
"Sistem deteksi dini itu akan merekam gelombang primer dalam waktu 60 detik hingga 30 detik sebelum gelombang sekunder yang menyebabkan guncangan terjadi," kata Dwikorita dalam acara Kaleidoskop Bencana 2019 dan Outlook Bencana 2020 yang diadakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Senin (30/12).
Gelombang primer atau gelombang-p adalah salah satu dari dua jenis gelombang seismik, sering juga disebut gelombang tanah (dinamakan demikian karena merambat di dalam tanah), adalah gelombang yang ditimbulkan oleh gempa bumi dan terekam oleh seismometer. Gelombangini memiliki kecepatan paling tinggi dibandingkan gelombang-gelombang seismik lainnya dan pertama kali tiba pada setiap stasion pengukuran seismik, di mana jenis gelombang berikutnya yang datang dinamakan gelombang sekunder atau gelombang-s.
Dwikorita mengatakan sistem deteksi dini akan menangkap gelombang primer akibat gempa kemudian mengirimkan peringatan dini kepada masyarakat melalui pesan singkat yang diterima melalui ponsel.
Menurut Dwikorita, jeda waktu antara gelombang primer dan gelombang sekunder yang menyebabkan guncangan biasanya antara 60 detik hingga 30 detik. Dengan adanya sistem deteksi dini tersebut, diharapkan masyarakat sudah mendapatkan informasi gempa sebelum merasakan guncangan.
"Sistem deteksi dini gempa tersebut sedang dibangun dan dipersiapkan. Saat ini masih belum siap. Kami berharap 2020 sudah bisa digunakan," tuturnya.
Dwikorita mengatakan hingga saat ini memang belum ada teknologi di dunia yang bisa memperkirakan secara tepat kapan akan terjadi gempa. Perkiraan-perkiraan bisa saja dilakukan, tetapi biasanya lebih banyak meleset.
"Karena itu yang kami bangun dan kembangkan adalah sistem deteksi dini gempa," ujarnya.