REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON - Sebanyak 23 ilmuwan dari Selandia Baru, Australia, Finlandia, Amerika Serikat, Kanada dan Irlandia akan melakukan penelitian mengenai hubungan organisme mikroskopis yang hidup di lautan dengan pembentukan awal. Para peneliti meyakini hipotesa bawah pembentukan awan dimulai dengan makhluk laut berbentuk mikroskopis.
Mereka akan menguji hipotesa tersebut di lepas pantai timur Selandia Baru, pekan depan. Mereka meninggalkan Selandia Baru dengan menggunakan sebuah kapal penelitian yang dioperasikan Selandia Baru National Institute of Air dan Penelitian Atmosfer (Niwa).
Kapal 'Rise Chatham' merupakan wahana untuk melakukan penelitian di bawah air yang berjalan selama lebih dari 100 km.
"Kita perlu memahami apa peran proses-proses yang terjadi di laut terhadap awan dan iklim," kata Dr Cliff Law, pemimpin pelayaran dan kepala ilmuwan Niwa, Kamis (9/2).
Studi selama tiga minggu yang disebut SOAP (Permukaan Samudera Aerosol Proses) tersebut akan menyelidiki bagaimana fitoplankton, sel-sel tanaman mikroskopis yang hidup di perairan permukaan yang diterangi matahari tersebut, mengeluarkan senyawa sulfur yang dapat membumbung ke atmosfer.
Setelah mencapai atmosfer, senyawa tersebut akan membentuk partikel aerosol, di mana air mulai mengembun dan merangsang produksi awan.
Beberapa mikroorganisme yang terkonsentrasi pada permukaan laut menghasilkan senyawa organik, seperti yang telah diperkirakan, menghasilkan partikel aerosol kecil seperti saat buih yang meledak dalam pecahan gelombang.
Para ilmuwan bertujuan untuk mengukur komposisi air permukaan, udara di atasnya dan pertukaran atau 'fluks' antara keduanya.
Law mengatakan mereka berharap dapat melihat variasi dan kecenderungan sifat saat mereka bergerak di seluruh mekaran fitoplankton yang berbeda.
"Perjalanan SOAP akan cukup menghadapi tantangan. Selain menemukan mekaran plankton kita perlu ketenangan kondisi untuk beberapa pengukuran dan angin kencang untuk beberapa hal lain," ujar Law.