Mencari Berkah Ramadhan dengan Kupat Qunutan

Red: Mansyur Faqih

Sabtu 27 Jul 2013 22:32 WIB

 Pedagang memanfaatkan trotoar untuk membuat dan berjualan ketupat di Kawasan Palmerah, Jakarta Selatan, Kamis (25/10).  (Adhi Wicaksono) Pedagang memanfaatkan trotoar untuk membuat dan berjualan ketupat di Kawasan Palmerah, Jakarta Selatan, Kamis (25/10). (Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Biasanya ketupat kulit mudah ditemui pada Hari Raya Idul Fitri. Namun di wilayah Tangerang, Banten, ketupat justru mudah ditemui pada pertengahan Ramadan. Pada masa ini, para ibu di wilayah tersebut disibukkan dengan kegiatan memasak ketupat. Biasanya dilakukan pada hari ke-15 dan ke-16 puasa atau pada Selasa (23/7) dan Rabu (24/7).

Tradisi itu dikenal dengan istilah qunutan atau kupat qunutan. Ketupat-ketupat yang sudah matang dibawa ke masjid menjelang shalat tarawih dan kemudian dibagikan kembali kepada jemaah usai salat berlangsung. Uniknya, yang dibawa hanya ketupat, tanpa ada sayur atau lauk lainnya. Salah seorang tokoh masyarakat Desa Pasir Gadung, Cikupa, Tangerang, Banten, H Asnawi, menjelaskan tradisi itu dikenal dengan qunutan karena imam membacakan doa qunut pada rakaat terakhir pelaksanaan shalat witir.

Qunutan adalah tradisi lama yang masih diwariskan hingga saat ini. Tidak ada yang tahu pasti kapan dimulainya tradisi tersebut. Ada yang menyebutkan tradisi itu telah berlangsung sejak zaman Kesultanan Demak ketika memperluas pengaruhnya ke daerah barat pada 1524. 

Sultan Cirebon, Sunan Gunung Jati, yang dibantu pasukan Demak menduduki pelabuhan Banten dan mendirikan Kesultanan Banten. "Ketupat tersebut dibagi-bagikan dimaksudkan untuk meraih berkah pada bulan suci ini," ujar Asnawi.

Dengan bersedekah berupa makanan tersebut, sambung dia, masyarakat berharap bisa menjalani puasa yang tersisa tanpa ada hambatan. "Harapannya tentu ingin meraih malam lailatul qadar yang ada pada penghujung Ramadhan," kata lelaki yang berumur 60 tahun itu.

Tradisi itu juga sebagai bentuk rasa syukur Umat Muslim karena berhasil menjalani separuh Ramadhan. Qunutan masih berlangsung hampir di seluruh wilayah Banten. Biasanya, ketupat yang didapat dari masjid tersebut dibawa ke rumah dan dimakan dengan sayur kulit tangkil atau opor ayam.

"Tahun ini, memang ada perbedaan waktu qunutan. Karena ada sebagian masyarakat yang sudah duluan berpuasa. Kalau yang mulai puasanya Selasa, maka qunutan dilakukan pada Selasa. Sedangkan yang mulai puasa pada Rabu, Qunutan-nya dilakukan pada Rabu juga," lanjutnya.

Beberapa tahun belakangan ini, sambung Asnawi, tradisi itu lambat laun mulai ditinggalkan masyarakat karena kesibukan. Apalagi, sebagian besar daerah tersebut dihuni oleh pendatang yang di daerah asalnya tidak mempunyai tradisi qunutan. "Saya berharap tradisi ini bisa tetap berlangsung meski pun wilayah ini banyak dihuni para perantau," harap lelaki berkumis itu.

Terpopuler