Perkelahian Justru Meningkat di Jeddah Saat Ramadhan

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Ani Nursalikah

Jumat 08 Jun 2018 04:15 WIB

Pantai di kawasan Corniche, Jeddah, Arab Saudi Foto: Arab News Pantai di kawasan Corniche, Jeddah, Arab Saudi

REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Bulan Ramadhan seharusnya menajdi waktu kontemplasi spiritual, tapi berbeda ceritanya di Jeddah. Kota pelabuhan utama di Arab Saudi ini menghadapi lonjakan dramatis dalam jumlah perkelahian, kecelakaan lalu lintas dan insiden marah di jalan. Menurut Saudi Red Crescent Authority (SRCA), terjadi 178 konfrontasi fisik sejak awal Ramadhan di kota ini.

Juru Bicara SRCA, Abdullah Abu Zaid mengatakan, dalam dua minggu pertama bulan suci saja, sudah ada 282 tabrakan di jalan-jalan perkotaan. "Setidaknya, 70 orang telah membutuhkan perawatan darurat pascaditabrak pengemudi," ujarnya, dilansir di Arab News, Kamis (7/6).

Di departemen unit gawat darurat di 13 rumah sakit Jeddah sudah menangani 16.650 kasus berbeda. Menariknya, semua insiden ini memiliki satu kesamaan, yakni berlangsung satu atau dua jam sebelum berbuka puasa.

Para ahli memperkirakan, perilaku agresif pra-buka puasa di Ramadhan menjadi penyebab utama dari insden ini. "Semua pembeli terburu-buru untuk kembali ke rumah sebelum azan maghrib sehingga mereka tidak mau terlambat untuk berbuka puasa," ujar psikolog Khalid Al-Salem.

Studi memperlihatkan, kurangnya air di dalam tubuh mengganggu sel-sel otak yang menyebabkan stres dan perilaku tegang sebelum berbuka puasa. Otak manusia terutama bergantung pada glukosa. Ketika kuantitas komponen tersebut menurun dalam darah karena tidak minum cairan pada siang hari, ini dapat mempengaruhi otak dan menyebabkan perasaan tidak nyaman.

Kebiasaan buruk seperti merokok juga bisa menyebabkan ketegangan saraf selama periode puasa. "Perilaku agresif dapat terjadi pada orang-orang yang baru saja berhenti dari kebiasan buruk seperti merokok," ujar Al-Salem.

Seorang konsultan untuk King Abdul Aziz Center for National Dialogue, Buthainah Ba-Abbad memiliki penjelasan lain terkait perilaku tegang pada mereka yang berpuasa, terutama menjelang berbuka puasa. "Adanya keyakinan dalam budaya kita Ramadhan adalah masa-masa sulit yang dialami tiap tahun. Pandangan ini direspons oleh tubuh," ujarnya.

Salah satu contohnya, produktivitas kerja kaum Muslim yang cenderung rendah selama Ramadhan karena perasaan negatif mengenai bulan ini. Ba-Abbad merekomendasikan membiasakan tubuh dengan berpuasa beberapa hari sebelum Ramadhan untuk menurunkan efek negatif.

Ba-Abbad setuju, kadar glukosa dan dehidrasi dapat memiliki efek dramatis pada perilaku seseorang. Dengan glukosa rendah, otak manusia tidak akan seefisien mengirimkan sinyal saraf ke bagian tubuh yang berbeda. "Dalam hal ini, orang-orang merasa gugup, khawatir dan mengalami detak jantung yang cepat," ujarnya.

Terpopuler