REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengaku khawatir Tol Trans Jawa yang saat ini diklaim mahal dan membuat pengusaha logistik kabur justru nantinya akan semacet Tol Cikampek. Meski tidak merinci besaran kenaikannya, ia menyatakan, tren okupansi Tol Trans Jawa terus mengalami peningkatan.

"Ada isu Trans Jawa kemahalan sehingga membuat sopir truk keluar dan katanya jadi sepi. Tapi data kami menunjukkan okupansi Tol Trans Jawa meningkat sehingga implikasinya Jalur Pantura menurun (kepadatannya)," kata Deputi I Kantor Staf Kepresidenan Darmawan Prasodjo dalam diskusi di Jakarta, Rabu (13/2).

Menurut Darmawan, pemerintah tidak menutup telinga atas keluhan yang disampaikan kalangan pengusaha mengenai tarif yang dinilai kemahalan. Pemerintah akan mengkaji ulang tarif tol Trans Jawa.

Namun, ia menilai besaran tarif tol Trans Jawa yang baru beroperasi tidak bisa disamakan dengan tol di ruas lain, bahkan di negara lain. Sebab, biaya pembangunan tol baru belum sepenuhnya rampung sehingga badan usaha membutuhkan pendanaan dari operasional tol.

"Saya tidak tahu referensinya dari mana soal tol di Malaysia lebih murah. Jangan-jangan seperti Tol Jagorawi yang sudah lama (dibangun). Tiap ruas tol kan tarifnya beda," katanya.

Darmawan menyebut pembukaan tol Trans Jawa pastinya telah menciptakan titik ekonomi baru. "Dengan tren okupansi yang meningkat, kekhawatiran kami justru jangan-jangan lima tahun lagi sudah macet dan butuh susun seperti di Cikampek," katanya.

Ia meyakini pembangunan infrastruktur yang masif dilakukan pemerintah Jokowi-JK tidak hanya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat.