Sabtu 14 Aug 2021 11:34 WIB

Hatta Antarkan Indonesia Merdeka Lewat Gemar Membaca

Sejumlah pahlawan nasional dikenal sebagai pembaca buku yang rakus.

Red: Karta Raharja Ucu
Mohammad Hatta merupakan tokoh yang sangat mencintai pendidikan. Ia juga dikenal sangat rakus membaca, hingga ilmu yang dimiliki digunakan membawa Indonesia berjuang untuk bebas dari penjajahan.
Foto: IST
Mohammad Hatta merupakan tokoh yang sangat mencintai pendidikan. Ia juga dikenal sangat rakus membaca, hingga ilmu yang dimiliki digunakan membawa Indonesia berjuang untuk bebas dari penjajahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rutin dan rajin membaca terbukti menjadikan seseorang memiliki pengetahuan dan ilmu lebih banyak. Sejumlah tokoh nasional yang berperan penting membawa Indonesia merdeka pun diketahui sebagai pembaca yang rakus. Karena itu, meningkatkan kecintaan terhadap literasi dan budaya membaca sangat penting bagi masa depan anak bangsa.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nadiem Makarim berpesan agar anak-anak Indonesia meningkatkan lagi semangat belajar dan berkarya. "Dan tidak kalah penting, jangan lupa untuk terus membaca,” kata Nadiem.

Penasihat Dharma Wanita Persatuan, Kemendikbudristek, Franka Makarim, mengatakan, guna mencegah risiko menurunnya minat belajar di masa pandemi maka sangat penting untuk terus mengembangkan kemampuan literasi anak. Ia berharap orang tua mau meluangkan waktu setiap hari untuk membacakan buku untuk anak-anak atau mengajak anak-anak kita membaca dan berdiskusi.

photo
Ibu membaca buku dengan balitanya/ilustrasi - (Republika/Wihdan Hidayat)

Menurut dia, upaya menjaga kolaborasi dan bergotong royong dalam memastikan anak-anak Indonesia tetap mendapatkan pendidikan merupakan sebuah tugas mulia. Salah satu caranya adalah dengan terus meningkatkan minat baca anak.

“Saya juga mengajak ibu dan bapak guru, orang tua, serta semua yang menyaksikan agar terus terus menjaga kesehatan dan semangat diri kita sendiri, keluarga, dan anak-anak, agar kita bisa bersama-sama melewati tantangan ini,” kata Franka.

Anak-anak harus bernalar kritis. Karena itu menurut Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM), Kemendikbudristek, Hendarman orang tua juga harus mulai dengan membaca dan sekarang kita ajak anak-anak sehingga membaca menjadi dasar yang menjadi kebiasaan (habit). "Untuk menambah wawasan anak-anak kita,” kata Hendarman.

Catatan sejarah menuliskan sejumlah tokoh Indonesia amat rakus terhadap buku. Sebut saja Mohammad Natsir sang Perdana Menteri kelima Republik Indonesia sekaligus pemimpin Partai Masyumi yang amat senang membaca dan sangat peduli akan pendidikan.

Disitat dari buku Natsir Politik Santun di Antara Dua Rezim keluaran Tempo (2011), Natsir cukup beruntung karena menjadi pribumi yang mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Ia masuk sekolah Algemene Middelbare School (AMS) --sekolah elite setingkat SMA-- pada 1927 di Bandung. Tiga bulan pertama di AMS adalah ujian berat bagi dia karena selalu diejek tak fasih berbicara bahasa Belanda. Tak patah arang, ia pun melecut diri belajar setiap hari.

photo
Mohammad Natsir, Perdana Menteri RI merupakan salah satu tokoh yang berjuang lewat pendidikan.

 

Di sekolah ia melahap buku-buku berbahasa Belanda di perpustakaan Gedung Sate sembari memberanikan diri melafalkannya. Sore dan malam ia belajar bahasa latin. Membaca menjadikannya kritis hingga membukakan jalan bersama sejumlah tokoh melawan penjajahan.

Atau kita bisa belajar dari cintanya Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta terhadap pendidikan. Saking jatuh hatinya kepada pendidikan dan literasi, Hatta membawa 8.000 koleksi bukunya dengan 14 peti saat kembali dari Belanda. Hatta mengamalkan ilmunya dan mewakafkan dirinya untuk perjuangan Indonesia.

Kecintaan Bapak Koperasi Indonesia itu terhadap buku yang patut diteladani generasi muda adalah pemikiran buku membuatnya bebas. Hatta tak lepas dari buku, bahkan saat mempersunting istrinya, buku ia jadikan sebagai mas kawin.

photo
Mohammad Hatta dan Rahmi menikah di Megamendung, Bogor, pada 18 November 1945. Hatta memberikan buku tulisannya sendiri berjudul Alam Pikiran Yunani, sebagai mas kawin. - (IST)

Putri Bung Hatta, Halida Hatta mengungkapkan ayahnya menularkan kecintaannya terhadap membaca kepada keluarganya. Saban pekan, Bung Hatta selalu memberikan anak-anaknya buku. Tak jarang cerita Halida, Hatta membacakan buku dalam bahas Belanda dan diterjemahkan ke Bahasa Indonesia.

"Jadi membaca itu juga memerlukan mencerna. Ketika ingin mencerna seperti apa, kami bertanya kepada ayah dan ibu sehingga komunikasi dalam keluarga terjalin," kata Halida dalam talkshow Internalisasi Pemikiran Bung Hatta yang mengangkat tema "Dengan Literasi Membangun Negeri", Kamis (12/8). Talkshow yang diselenggarakan UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta di Bukitinggi ini digelar bersamaan dengan perayaan hari lahir Bung Hatta yang jatuh pada 12 Agustus.

"Ketika membaca," putri ketiga Bung Hatta itu menambahkan, "imajinasi kami makin berkembang."

Menurut Halida, membangun kegemaran membaca di generasi muda bisa dilakukan melalui keluarga dan sekolah. Karena itu ia mengajak guru dan orang tua ...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement