Selasa 08 Nov 2022 12:20 WIB

Simak, Saran Berharga untuk Para Founders Startup di Situasi yang Serta tak Pasti

Disrupsi dan tren tidak perlu selalu diikuti.

Rep: Vidita/ Red: Partner
.
Foto: network /Vidita
.

Stockvault/Jack Moreh
Stockvault/Jack Moreh

Lanskap usaha rintisan digital di Indonesia kini tengah mengalami perubahan. Terutama dikarenakan iklim ekonomi global yang kurang kondusif.

Sebagai upaya membantu para founders usaha rintisan agar bisa mempertahankan momentum usaha dan mencapai Product-Market Fit (PMF) dengan tepat, Kominfo menyelenggarakan program inkubasi Startup Studio Indonesia (SSI).

Dalam program yang telah memasuki batch kelima ini, para usaha rintisan terpilih berkesempatan untuk berdiskusi dan bertukar pengalaman dengan pelaku usaha rintisan veteran di Indonesia, dalam sesi 1-on-1 Coaching. Agar berhasil mengembangkan usaha di masa yang serba tak pasti ini, ada berbagai saran masukan bagi para pelaku usaha rintisan di Tanah Air yang baru saja memulai usaha rintisannya, di antaranya:

1. Disrupsi dan tren tidak perlu selalu diikuti.

Selama ini, usaha rintisan selalu diidentikkan dengan usaha yang mendisrupsi bisnis konvensional. Namun, pada kenyataannya, disrupsi dan tren tidak selalu berjalan di jangka panjang.

Hal ini diungkapkan oleh Christopher Madiam, Founder dan CEO Sociolla. “Tidak semua hal bisa di-disrupsi. Kita sebagai founders harus bisa menganalisa mana kebiasaan konsumen yang bisa diubah, dan mana yang tidak," ujarnya.

Misalnya, Christopher melanjutkan, Sociolla, percaya bahwa kehadiran toko luring adalah hal yang tidak akan berubah. Bagaimanapun di tengah berkembangnya sistem lokapasar, toko luring pasti akan tetap eksis.

"Itulah mengapa kami pun mengembangkan kehadiran toko luring. Jadi perlu diingat bahwa tidak semua disrupsi dan tren-tren digitalisasi baru perlu untuk kita ikuti,” ungkapnya.

2. Gabungkan hasil benchmarking dengan data dan analisa mandiri.

Salah satu cara agar usaha rintisan untuk bisa memahami pasar yang dituju adalah dengan melakukan benchmarking, yaitu menganalisa apa yang telah dilakukan usaha rintisan serupa atau bahkan kompetitor. Di tahap awal, founder pun bisa menjajal langsung dengan menjadi user di bisnis serupa, agar bisa mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dari startup lain dan menghadirkan solusi yang lebih baik.

“Di awal perkembangan, Kitabisa sering belajar dari operasional platform penghimpunan dana internasional, Gofundme. Namun, ada perbedaan bisnis yang cukup signifikan," ujar Alfatih Timur, Co-Founder & CEO Kitabisa.com.

Menurutnya, kemudian setelah itu ia menemukan platform crowdfunding dari India yang punya produk yang lebih mirip, sehingga menjadi patokan benchmarking KitaBisa. Tapi, hasil dari benchmarking, Alfatih mengungkapkan, wajib untuk tetap dikombinasikan dengan insight data yang dipunya, karena bagaimanapun setiap pasar memiliki dinamikanya sendiri-sendiri.


Stockvault/Jack Moreh
Stockvault/Jack Moreh

3. Lakukan eksperimen kecil-kecilan.

Eksperimen secara terus-menerus merupakan kunci dari keberhasilan Rama Notowidigo, Co-Founder AwanTunai dan Sayurbox. Ia mengatakan, penting bagi founder startup untuk berani mencoba segala sesuatu, dan melihat mana cara yang berhasil dan gagal.

Kesuksesan itu sendiri bisa dilihat jika eksperimen tersebut bisa menghasilkan pendapatan organik dan ada level retensi atau loyalitas pengguna yang cukup sehat.

4. Human touch tetap harus jadi prioritas.

Bagi usaha rintisan yang bergerak di bidang B2B, layanan pelanggan tetap menjadi aspek utama yang perlu dijaga. Brian Marshal, Founder dan CEO dari omnichannel commerce enabler, Sirclo Group, mengatakan, seiring berkembangnya skala bisnis, tentu kita membutuhkan intelegensi dan analisa data yang kuat untuk bisa memberikan servis terbaik bagi klien.

Data ini pun berperan signifikan membantu pengambilan keputusan. Misalnya berapa harga yang terbaik? Berapa margin diskon yang paling bagus?

Tapi jangan lupa, bahwa analisa data ini tidak bisa menggantikan layanan manusia atau human touch. "Kita perlu memberikan layanan terbaik selalu bagi klien, betul-betul memahami apa pain points dan membantu mereka ketika menemukan hambatan. Di sinilah peran penting dari divisi layanan pelanggan atau Account/Relationship Manager,” ujar Brian.

5. Bangun fitur yang melengkapi produk utama.

Dalam proses membesarkan usaha rintisan, terkadang founders terlalu berfokus dalam menciptakan fitur dan produk baru. Sehingga mengorbankan produk utama yang telah memiliki model bisnis yang jelas.

Untuk itu, ketika usaha rintisan sudah menemukan produk yang tepat di pasar dan mempunyai jasa/produk digital yang menghasilkan pendapatan, maka bangunlah fitur dan produk-produk baru yang bisa melengkapi hal tersebut.

Hal inilah yang menjadi alasan Suwandi Soh, CEO Mekari, dalam meluncurkan Mekari University. “Dari hasil observasi, kami melihat banyak pemilik bisnis dan profesional yang membutuhkan pemahaman lebih jauh, bukan hanya dalam penggunaan software, tapi juga sisi teknis di akuntansi, perpajakan, hingga mengenai peraturan ketenagakerjaan," ungkapnya.

Oleh karena itu, Suwandi pun membentuk dan membangun Mekari University yang memberikan pelatihan dan membantu menutup gap tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement