Kamis 24 Nov 2022 19:37 WIB

Sejak Era Hindia Belanda Orang China Sudah Getol Main Judi

Pemerintah Hindia Belanda memberikan pajak judi dan pajak kepala.

Rep: Kurusetra/ Red: Partner
.
Foto: network /Kurusetra
.

Orang China Main Judi. Aktivitas main<a href= judi orang China di era Hindia Belanda. Foto: IST." />
Orang China Main Judi. Aktivitas main judi orang China di era Hindia Belanda. Foto: IST.

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Saking getolnya orang China main judi, seorang pelukis dari Belanda, A van Pers melukiskan aktivitas orang China di Batavia yang sedang main kartu. Dalam lukisan berjudul "orang Cina di Batavia tengah main kartu" digambarkan mereka sedang bermain ceki judi tempo doeloe yang kartunya berwarna kuning dengan tulisan Cina di tengahnya. Kartu ceki sedikit lebih ramping ketimbang kartu domino, kini hanya tinggal jadi permainan para babah dan encim, yakni orang Cina yang telah berusia lanjut. Berjudi dengan kartu ceki bukan hanya pernah dikenal secara luas di Indonesia, tapi juga kalangan Tionghoa di Singapura dan Malaysia.

Ketika itu, rambut orang Tionghoa dikuncir yang disebut tocang seperti terlihat dalam gambar. Kuncir atawa kocang yang amat dibenci itu, dipaksakan pada mereka oleh penjajah Manchu, yang dianggap sebagai penghinaan besar. Ketika para perantau Cina datang ke Indonesia, mereka ingin mencukur kuncir sebagai tanda kekuasaan Manchu yang pada 1644 menduduki daratan Cina.

BACA JUGA: MP3 Juice: Gampang dan Cepat Download Lagu dari YouTube, Gratis Pakai 24 Jam

Tapi mereka, terutama kelompok muda, kecewa, karena pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk mempertahankan dekrit dinasti Manchu. Karena Belanda menarik keuntungan besar dengan memberlakukan ‘pajak jalinan rambut panjang’ pada mereka. Bukan hanya itu, mereka juga diharuskan memakai pakaian tradisionalnya, seperti di negara mereka.

Sejak umur 10 tahun, anak lelaki Cina memelihara tocang, yakni rambut di bagian belakang dibiarkan tumbuh, sedang rambut bagian atas dahi dicukur licin sampai puncak kepala. Pencukuran dilakukan tiap pekan. Sampai tahun 1911, tocang sudah tidak umum lagi, setelah diwajibkan lebih dari dua setengah abad. Di samping pajak rambut, pihak kolonial pada masa VOC juga mengenakan pajak kuku panjang menandai orang kaya yang santai, pajak judi dan pejak tempat pelacuran (soehian).

BACA JUGA: Download Gratis Minecraft PE 1.19.11 Versi Paling Baru: Mudah, Legal, Banyak Fitur Anyar

Berbagai pajak dan pungutan itu ‘ditarik’ oleh para kapiten Cina yang mengurus mereka laksana raja-raja Mandarin. Willard A Hanna dalam ‘Hikyat Jakarta’ menyebutkan, warga Tionghoa dengan patuh membayar pajak-pajak itu, yang berterima kasih atas kesempatan mereka mengumpulkan kekayaan.

Orang Belanda, tulis Hanna, terheran-heran karena sifat keberanian mereka dalam berjudi, ketagihan akan arak, serta kelebihan dan perbuatan tak wajar dalam urusan seks. Tapi mereka mengagumi kelebihan etnis ini dalam mengumpulkan harta.

BACA JUGA: SssTikTok: Gratis Download Video TikTok, Video Kualitas Tinggi Bebas Watermark


 Orang China Main Judi. Aktivitas main judi orang China di era Hindia Belanda. Foto: IST.
Orang China Main Judi. Aktivitas main judi orang China di era Hindia Belanda. Foto: IST.

ALI SADIKIN TETAPKAN PAJAK JUDI

Berjudi yang merupakan budaya Cina ini, rupanya dimanfaatkan Ali Sadikin ketika jadi gubernur DKI Jakarta. Sambil menegaskan hanya diperbolehkan untuk orang Cina, Bang Ali membuka berbagai lokalisasi perjudian di Ibu Kota. Dana dari hasil judi itu digunakan untuk membangun jalan, sekolah, puskesmas dan berbagai fasilitas lainnya.

Terhadap mereka yang tidak setuju, dengan nada sedikit humor ia berkata : ”Bapak-bapak kalau masih mau tinggal di Jakarta, sebaiknya beli helikopter. Karena jalan-jalan di Jakarta dibangun dengan pajak judi.” (Bang Ali : ”Demi Jakarta 1966-1977). Di antara tempat perjudian terkenal kala itu dibelakang bioskop Jakarta Theater di Jl Thamrin dan Ancol. Bandar judi terkenal kala itu bernama A Piang Jinggo. Soalnya rokok kretek Jinggo merupakan isapannya. Tidak terhitung banyaknya orang yang kaya raya menjadi melarat karena judi.

BACA JUGA: Sebelum BTS, Ali Sadikin Sudah Lebih Dulu Keliling Las Vegas

Lebih-lebih ketika dibukanya hwa-hwee, yang pecandunya sampai ke kampung-kampung, jauh lebih hebat dari judi buntut sekarang. Karuan saja mendapat reaksi keras dari berbagai ormas Islam, termasuk para alim ulama. Judi, merupakan salah satu program utama Kapolri Sutanto untuk memberantasnya, sekalipun banyak aparat negara sendiri yang menjadi deckingnya.

Drg Oei Hong Kiam, dokter gigi Soekarno, dalam bukunya menyebutkan: ”Banyak wanita Tionghoa yang senang berjudi. Mereka membentuk kelompok judi. Seorang istri, seperti dituturkannya, ”setiap hari berjudi hingga larut malam. Ketika suaminya yang terlantar ia malah memberi hadiah seorang gundik, supaya bisa menyalurkan hobinya tanpa gangguan.”

BACA JUGA: Sekarang Wayang Haram, Dulu Judi dan Prostitusi Dilegalkan

Di lokalisasi judi pada masa Ali Sadikin, tidak sedikit para ibu berjudi. Bukan hanya encim-encim, tapi para ibu pribumi. Karenanya, upaya untuk menghidupkan kembali perjudian, meskipun dengan nama lain, selalu mendapat tantangan.

.

DENGARKAN DONGENG PILIHAN UNTUK ANDA:

.

BACA ARTIKEL MENARIK LAINNYA:

> Download Minecraft PE 1.19.11 Versi Terbaru: Mudah, Cepat, Gratis Update Fitur Baru

> Download Video TikTok Pakai SssTikTok, Gratis, Aman, Mudah Anti-ribet

> MP3 Juice: Gratis Download Lagu/MP3 dari YouTube, Awas Ketagihan

> Download Lagu (MP3) dari YouTube, GratisTinggal Klik Pakai Savefrom.net, Aman dan Gampang

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?

> Download Lagu MP3 Gratis dari YouTube Pakai MP3 Juice Lalu Simpan di HP: Cepat dan Mudah

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement