Di Balik Polemik Halal-Haram Vaksin Meningitis
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kontroversi penilaian halal-tidaknya vaksin meningitis dinilai Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari harus disertai dengan penjelasan secara transparansi dan jujur. Menurut dia, persoalan vaksin yang berlarut-larut bakal membuat masyarakat gelisah dan bingung. Ia menegaskan agar penilaian halal atau tidaknya vaksin diikuti transparansi dan kejujuran berbagai pihak seperti pemerintah, produsen, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Siti Fadillah menjelaskan seluruh vaksin yang beredar di pasaran melalui proses pengembangbiakan bakteri meningitis dengan media tripsin yang bersinggungan dengan enzim babi. Hal yang membedakan adalah proses pemurnian atau penyucian dari persinggungannya dengan enzim babi tadi.
Ia mengungkap bahan baku yang dikembangbiakkan oleh produsen merupakan kulit atau polisakarida dari kuman yang kemudian diolah dalam pabrik kuman selama puluhan tahun. Siti Fadilah juga memastikan, baik vaksin meningitis GSK (Glaxo Smith Kline) asal Belgia maupun Novartis asal Italia tidak pernah mengembangbiakkan sendiri kuman meningitis, melainkan membelinya dari pabrik kuman di Belanda.
Sementara itu, guru besar Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Umar Anggara Jenie menyarankan kepada MUI agar mengundang pakar yang kompeten soal vaksin. Ia pun mempertanyakan keakuratan informasi yang dihimpun melalui penelitian. Karena itu, ia meminta adanya pembeberan informasi yang benar dan transparan berdasarkan kajian akademik yang dapat dipertanggung jawabkan.
Pendapat berbeda justru disampaikan ahli fikih Institut Ilmu Alquran, KH Munif Suratmapratama. Menurut dia, persoalan halal atau tidaknya vaksi seperti yang telah diutarakan MUI sebaiknya dikembalikan lagi kepada masyarakat. Dengan begitu, masyarakat bisa menentukan sendiri apakah menggunakan vaksin tersebut atau tidak.
Munif berpandangan, dari berbagai mazhab seperti Hanafi, Maliki, Hambali, atau Syafii, masyarakat bisa menentukan pilihan yang terbaik. Pilihan itu tentunya merujuk pada argumentasi dan dasar kajian yang kuat. Menggunakan pendapat lebih dari satu mazhab pun dianggap sah oleh Munif, meski sebagian besar masyarakat Muslim Indonesia bermazhab Syafi'i.
Sebelumnya, MUI melakukan audit tiga perusahaan yang memproduksi vaksin meningitis. Produsen Novartis Vaccine and Diagnotis Srl Italia diaudit pada 17-19 Mei 2010. Perusahaan Glaxo Smith Kline asal Belgia diaudit pada 20-21 Mei 2010 dan Zheiyiang Tianjuan Cina diaudit pada 28-29 Mei 2010. Hasilnya, vaksin yang diproduksi dua perusahaan asal Cina dan Italia dinyatakan halal. Sementara vaksin produksi perusahaan asal Belgia dinyatakan haram. Kedua hasil yang berbeda itu lantas menimbulkan polemik dalam masyarakat mengingat ketiga produsen menggunakan enzim yang sama meski proses pencuciannya yang berbeda.
Courtesy by YouTube