Tragedi Pilu di Stadion Maracana

AP
Pemain Timnas Uruguay, Alcides Ghiggia, mencetak gol saat menghadapi Brasil di final Piala Dunia 1950.
Rep: Arif Supriyono Red: Didi Purwadi

REPUBLIKA.CO.ID, RIO DE JANEIRO -- Dua kali hajatan Piala Dunia tak terselenggara, masing-masing pada 1942 dan 1946. Perang Dunia II sepanjang 1942 hingga 1945 menjadi penyebab utamanya.

Puluhan negara terlibat dalam peperangan yang amat mengerikan, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Uni Sovyet dan sekutunya di Eropa Timur, serta Jepang. Eropa menjadi wilayah perang terluas.

Karena situasi tersebut, tak satu pun negara Eropa yang berminat menjadi tuan rumah Piala Dunia 1950. Tampillah kemudian Brasil yang menjadi satu-satunya calon tuan rumah sehingga FIFA pun langsung memilihnya.

Brasil tak main-main. Mereka menyiapkan stadion supermegah, Maracana, di ibu kota Rio de Janeiro. Stadion ini mampu menampung 200.000 penonton dan menjadi arena laga terbesar di dunia.


Sejalan dengan kekuatan kesebelasannya yang kian mumpuni, mereka pun yakin tim Samba akan menorehkan prestasi gemilang di depan pendukungnya.

Sebanyak 13 tim lolos kualifikasi yang dibagi dalam empat grup. Untuk pertama kalinya, Inggris ikut serta dalam Piala Dunia meski langsung tersingkir.

Empat tim mampu lolos ke final four --Brasil, Uruguay, Spanyol, dan Swedia-- yang saling berhadapan. Para seniman sepak bola indah dari Brasil (Ademir, Zizinho, Jair, dan Chico) begitu menjanjikan. Brasil pun membantai Swedia 7-1 dan melumat Spanyol 6-1.

Sedangkan Uruguay yang menjadi pesaing berat Brasil hanya menang 3-2 atas Swedia dan ditahan Spanyol 2-2. Adapun Swedia unggul 3-1 atas Spanyol.

Partai terakhir dan penentuan pun ditunggu-tunggu 174.000 penonton di Maracana. Publik Brasil begitu yakin, timnya bakal memenangi Piala Dunia kali pertama karena hanya membutuhkan hasil imbang lawan Uruguay. Lantaran itu, pesta juara dipersiapkan besar-besaran oleh para pendukung Brasil.

Nyatanya, Brasil begitu sulit menembus benteng Uruguay. Julio Perez, Juan Schiaffino, Gigghia, dan kapten Obdulio Varela bahu-membahu dan berjibaku mempertahankan daerahnya dari keganasan pemain Brasil. Tuan rumah unggul di menit 58 lewat gol Friaca. Schiaffino menyamakan kedudukan sembilan menit kemudian.

Publik tetap yakin Brasil akan menjadi juara karena terus mendominasi permainan. Sampailah kemudian petaka itu datang di menit 80. Gol Gigghia membungkam publik tuan rumah dan menyisakan tragedi memilukan. Derai air mata dan tangis penonton pun tak tertahan tatkala wasit George Reader dari Inggris menuip peluit panjang.

Uruguay menjadi juara dan meraih gelar kali kedua. Inilah tragedi memilukan di Stadion Maracana. Itu sebabnya, keberhasilan Ademir de Menezes (Brasil) sebagai pencetak gol terbanyak  --dengan sembilan gol-- seperti tak bermakna apa-apa bagi tuan rumah. 


sumber : Berbagai sumber
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler