Runtuhnya Dominasi Eropa di Piala Dunia
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fernan Rahadi
Tersingkirnya Italia usai dikalahkan Uruguay, Rabu (25/6) dini hari WIB semakin menegaskan runtuhnya dominasi tim-tim Eropa pada Piala Dunia 2014. Sebelumnya, tim-tim langganan 16 besar macam Spanyol dan Inggris juga sudah dipastikan tersingkir.
Langkah sejumlah tim yang tergolong papan atas di Eropa seperti Portugal, Kroasia, Swiss, dan Rusia juga terseok-seok. Kroasia sudah dipastikan tersingkir. Sedangkan tiga tim lainnya harus tergantung pada pertandingan lain untuk bisa lolos ke babak 16 besar.
Sejauh ini baru Belanda, Prancis, Belgia, dan Yunani yang sudah dipastikan lolos ke babak kedua. Sedangkan Jerman memiliki peluang besar meskipun masih harus menunggu laga terakhir melawan Amerika Serikat.
Sudah bukan rahasia lagi jika belum ada satu pun tim Eropa yang mampu menjuarai Piala Dunia yang berlangsung di benua Amerika. Dari tujuh Piala Dunia yang berlangsung di benua itu, gelar selalu direbut tim-tim Amerika yaitu Brasil (tiga kali), Argentina (dua kali), dan Uruguay (dua kali).
Akan tetapi apakah tim-tim dari Amerika selalu mendominasi pada tujuh Piala Dunia tersebut? Berkaca dari dua Piala Dunia terakhir yang digelar di Amerika, yakni Meksiko 1986 dan Amerika Serikat 1994, ternyata jawabannya tidak. Justru tim-tim Eropa-lah yang mendominasi pada dua Piala Dunia itu.
Contoh pada 1986, dimana Argentina yang pada akhirnya menjadi juara justru menjadi satu-satunya tim Amerika pada babak semifinal. Tiga tim lainnya adalah Belgia, Jerman Barat, dan Prancis. Begitu juga Brasil yang dikelilingi tim-tim Eropa pada semifinal Piala Dunia 1994 yakni Swedia, Bulgaria, dan Italia.
Well, babak semifinal memang masih jauh. Akan tetapi satu spot semifinal sudah pasti akan diisi oleh tim Amerika mengingat dua dari dari Brasil, Cile, Kolombia, dan Uruguay akan saling berhadapan di babak perempat final.
Jika melihat dari tren performa tim-tim Eropa sejauh ini, maka ada kemungkinan dua spot semifinal lain juga akan diisi oleh tim non Eropa. Salah satu dari Meksiko dan Kosta Rika bisa jadi menaklukkan Belanda. Sedangkan Belgia sangat mungkin ditumbangkan Argentina atau Amerika Serikat sebelum mencapai babak semifinal.
Mungkin hanya salah satu dari Prancis atau Jerman yang sanggup melaju ke babak empat besar, itupun juga keduanya tidak tersandung oleh tim-tim seperti Nigeria dan Aljazair pada fase-fase sebelumnya.
Terakhir kalinya, tim-tim Eropa bertumbangan seperti sekarang adalah saat turnamen digelar di Jepang dan Korea Selatan pada 2002 lalu. Saat itu, tim-tim unggulan seperti Prancis dan Portugal sudah tersisih di fase grup. Sedangkan Italia dan Spanyol masing-masing tumbang di babak 16 besar dan delapan besar.
Pada dua Piala Dunia setelahnya, Jerman 2006 dan Afrika Selatan 2010, tim-tim Eropa kembali mendominasi. Semua semifinalis Piala Dunia 2006 adalah tim-tim Eropa. Sedangkan Uruguay menjadi satu-satunya tim non Eropa yang jadi semifinalis pada Piala Dunia 2010.
Pada Piala Dunia 2014 ini, performa buruk tim-tim Eropa mulai terlihat saat Spanyol ditumbangkan Cile 0-2 di laga kedua Grup B. Kekalahan La Furia Roja kemudian diikuti kekalahan mengejutkan Italia dari tim semenjana, Kosta Rika. Kemudian, Portugal membutuhkan gol di detik-detik terakhir untuk menahan imbang Amerika Serikat 2-2.
Pelatih Italia, Cesare Prandelli mengungkapkan faktor cuaca sebagai alasan mengapa timnya gagal menampilkan performa terbaiknya di Brasil. "Terkait persiapan kebugaran, kami tahu akan sulit menemukan ketajaman seperti tim-tim Amerika Selatan atau Amerika Tengah. Uruguay dan Kosta Rika jelas lebih cepat dalam mengejar bola. (Strategi kami) bekerja saat melawan Inggris, namun tidak saat melawan dua tim itu," kata Prandelli yang memilih mengundurkan diri usai Gli Azzurri angkat koper.
Prandelli bisa jadi benar mengingat hampir seluruh peserta dari benua Amerika sejauh ini melangkah mulus di penyisihan grup. Tujuh tim, terdiri dari rumah Brasil, Argentina, Meksiko, Cile, Uruguay, Kosta Rika, dan Kolombia telah memastikan diri ke babak 16 besar.
Jika salah satu di antara Ekuador dan Honduras (yang bertanding saat berita ini diturunkan) atau Amerika Serikat (bertanding malam ini) bisa mengikuti jejak tujuh tim Amerika lain yang melaju ke babak kedua, maka jumlah tersebut akan melampaui rekor jumlah tim Amerika dalam 16 besar Piala Dunia. Sebelumnya, rekor jumlah tim Amerika terbanyak di 16 besar terjadi pada Piala Dunia 2010 dengan tujuh tim.
Selain alasan cuaca yang menyebabkan tim-tim Amerika begitu berjaya, muncul juga teori konspirasi untuk menjatuhkan tim-tim Eropa. Kejadian seperti ini mirip saat Piala Dunia 2002 dimana Italia dan Spanyol disingkirkan Korea Selatan berkat keputusan-keputusan buruk para wasit.
Apalagi protes terhadap para pengadil lapangan serta pengaturan jadwal oleh FIFA pada Piala Dunia kali ini begitu keras disuarakan, sebut saja oleh pelatih Kroasia, Niko Kovac, dan pelatih Belanda, Louis Van Gaal.
"Pada dua laga pertama, kami dihukum oleh dua penalti yang tidak fair. Hal itu bisa membuat tim kami terdiskualifikasi. Saya kira wasit-wasit harus dievaluasi," tutur Van Gaal.
"FIFA gencar menyuarakan fair play. Akan tetapi cara mereka membuat jadwal untuk Brasil bukanlah sebuah fair play," tambah pelatih berusia 62 tahun itu menyoroti jadwal yang menurutnya menguntungkan tim tuan rumah.
Patut ditunggu langkah tim-tim Eropa yang tersisa seperti Belanda, Belgia, dan Prancis. Jika gelar kembali jatuh ke tangan tim Amerika, maka hal itu menjadi sebuah pengulangan sejarah. Namun jika piala kali ini direbut tim Eropa, artinya terdapat sejarah baru. Suara-suara konspirasi oleh FIFA yang muncul seperti saat tahun 2002 lalu pun dipastikan akan hilang dengan sendirinya.