Saatnya Jerman Berkuasa!

Antara/Novrian Arbi
Indra Sjafri
Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Indra Sjafri/ Pelatih Kepala Tim Nasional U-19

Ada perbedaan filosofi sepak bola Jerman beberapa puluh tahun terakhir. Dahulu orang Jerman percaya bahwa pemain sepak bola harus bertubuh tinggi besar karena mereka lebih percaya fisik ketimbang cara mengolah bola. Sejak kegagalan mereka di beberapa Piala dunia di akhir tahun 90-an hingga awal 2000-an, sepakbola Jerman bergerak.



Kini filosofi pengembangan sepak bola usia muda mereka berubah dengan menempatkan kemampuan mengolah bola lebih dahulu ketimbang besarnya tubuh. Stok pemain muda mereka pun begitu melimpah. Yang efeknya adalah memberikan pilihan yang jauh lebih leluasa kepada Joachim Loew untuk meracik taktik dalam setiap pertandingannya.

Tampaknya filosofi tersebut tergambar dengan sangat jelas dengan apa yang ditunjukkan oleh Jerman di Piala Dunia kali ini. Mereka begitu nyaman memainkan bola dari kaki ke kaki. Menurut data yang dikumpulkan oleh Castrol Index, Jerman menempati urutan pertama sebagai tim yang paling banyak melakukan passing dengan menyelesaikan 3.421 umpan yang tepat sasaran. Akurasi passing tersebut mencapai 80 persen.

Yang lebih mencolok dari jumlah passing itu adalah variasi passing yang dilakukan oleh para pemainnya. Jumlah passing terbanyak memang pada passing pendek, tapi jumlah medium pass juga cukup tinggi. Artinya Jerman memainkan bola dengan lebih cepat dan variasi penguasaan bola cukup menyulitkan lawan. Beberapa passing kunci dilakukan ke jantung pertahanan yang menghasilkan gol. Umpan-umpan lambung juga sangat merepotkan mengingat para pemain Jerman mempunyai kemampuan bola udara yang luar biasa.

Di lini pertahanan, mereka begitu solid dengan koordinasi empat pemain belakang yang tangguh. Sebenarnya barisan pertahanan mereka masih menyisakan beberapa celah terutama di sisi kiri. Tapi ketangguhan dari Manuel Neuer memberi tambahan rasa aman kepada para penggawa Jerman.

Di partai final, filosofi sepak bola yang baru milik Jerman ini akan coba ditantang oleh pelari-pelari cepat milik Argentina. Lionel Messi, Angel Di Maria, Gonzalo Higuain serta Ezequiel Lavezzi akan memberikan ancaman yang cukup nyata bagi barisan pertahanan Jerman. Argentina akan mengandalkan serangan balik yang cepat melalui sisi sayap yang dihuni oleh Angel Di Maria. Melalui messi yang bermain di sentral lapangan, bola akan diarahkan ke sayap-sayap yang kemudian akan melakukan tusukan tajam ke jantung pertahanan.

Sejauh ini, Argentina cukup berhasil dengan menggunakan taktik ini. Beberapa kali gol tercipta karena serangan balik cepat yang kemudian diakhiri dengan finishing yang brilian dari barisan penggedornya. Higuain tampaknya masih akan menjadi penggedor utama dari Argentina. Hanya saja, terlihat permainan Argentina memang tampak monoton terutama jika melawan tim-tim yang cukup tangguh.

Secara statistik, Argentina hanya unggul dalam hal percobaan ke arah gawang dibandingkan dengan Jerman. Argentina cukup produktif dalam melancarkan serangan dan mencoba memberikan ancaman ke gawang lawan. Kondisi tersebut terjadi ketika Di Maria bermain dalam kondisi yang fit, karena dialah yang paling sering memberikan ancaman. Ketika Di Maria absen, terbukti para pemain Argentina tampak kesulitan dalam melakukan serangan-serangan yang berbahaya.
 
Salah satu kelemahan Argentina yang bisa dimanfaatkan oleh Jerman adalah kecenderungan permainan yang defensif. Barisan pertahanan Argentina memang sejauh ini tampil cukup impresif. Tapi dengan variasi serangan dari Jerman yang begitu banyak, akan cukup memberikan tekanan yang konstan pada barisan yang digalang oleh Javier Mascherano tersebut. Bola-bola udara juga akan menjadi salah satu titik lemah argentina di jantung pertahanan.

Faktor lain yang akan mengganggu Argentina adalah waktu pemulihan kondisi fisik. Argentina hanya mempunyai tiga hari waktu untuk memulihkan tenaganya setelah bermain Spartan selama 120 menit melawan Belanda di babak semifinal. Masa recovery yang kurang maksimal  akan mempengaruhi performa para pemain di tengah lapangan. Kondisi lain adalah kelembaban udara di Brasil yang cukup tinggi berpotensi menguras tenaga para pemain Argentina dengan lebih cepat.

Jerman diuntungkan dengan mempunyai waktu recovery yang sehari lebih lama. Ditambah partai semifinal yang kurang begitu lelah setelah menggulung brasil 7-1.

Aspek mental juga berpotensi akan menjadi penentu. Kedua tim sudah lama sekali tidak merasakan gelar juara dunia. Terakhir argentina menggondol piala dunia di era Maradona di Meksiko 1986 yang kebetulan pada saat itu juga mengalahkan Jerman Barat. Maradona dianggap sebagai aktor utama di Piala DUnia tersebut. Empat tahun berikutnya, Jerman merebut mahkota juara di Italia tahun 1990.

Waktu yang cukup lama tersebut niscaya akan memberikan tambahan energi ekstra kepada kedua tim untuk bermain melebihi kapasitasnya. Mereka akan mempertaruhkan semuanya untuk bisa merebut gelar juara yang telah lama mereka impikan.

Keunggulan lain Jerman adalah kombinasi pemain-pemain muda usia yang bergairah dengan pemain senior yang tetap haus gelar juara. Wajah-wajah baru Jerman memberikan warna permainan yang jauh lebih dinamis dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. Para pemain inti yang didominasi oleh para pemain Bayern Muenchen membuat permainan Jerman benar-benar tampak sangat padu.

Jerman kini menjelma menjadi tim yang mampu menguasai bola dengan sangat sabar serta memberikan tontonan skill individu yang cukup memikat. Dan bukan sekedar layaknya mesin panser yang kaku dan begitu arogan. Jerman memainkan passing game yang apik dengan sentuhan kekuatan fisik yang kuat, sehingga menciptakan sebuah tim yang cukup mengejutkan.  Ditambah dengan kedisiplinan khas bangsa Arya, Jerman kini mempunyai peluang yang lebih besar untuk membawa pulang trofi Piala Dunia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler