Soal Perkawinan Campuran, Perca Tuntut Perbaikan UU
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam perundang-undangan di Indonesia, anak hasil perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) telah diatur dalam UU Kewarganegaraan No. 12 tahun 2006 pasal 41 dan 42. Namun, kebijakan yang tertuang dalam UU tersebut dikeluhkan sejumlah masyarakat.
Ketua Dewan Pengawas Perkawinan Campuran (PerCa) Melva Nababan mengatakan pada undang-undang tersebut, ibu diperbolehkan menurunkan kewarganegaraan kepada anak, di mana sebelumnya hanya bapak yang bisa menurunkan. Sehingga anak perkawinan campuran mendapatkan dwi kewarganegaraan terbatas.
Kebijakan itu mewajibkan anak untuk memilih kewarganegaraan saat usianya 18 tahun, dan diberikan waktu untuk mendaftar sampai tahun 2010 atau empat tahun. Namun, Melva menilai banyak yang belum mengetahui dan terlambat untuk mendaftar.
Melva juga mempertanyakan apakah negara sudah mensosialisasikan undang-undang baru tersebut . Meskipun pernah disosialisasikan ke daerah-daerah terbatas, Ia menilai waktu empat tahun dirasa terlalu singkat.
Melva menuturkan anak adalah fokus dari kepentingan PerCa di dalam dwi kewarganegaraan, karena menurutnya mereka memiliki hak lahir. Untuk itu, PerCa meminta adanya perbaikan pada undang-undang kewarganegaraan.
Videografer & Video Editor: Casilda Amilah