Ini Catatan DPR Terkait Jalannya Pilkada Serentak
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pilkada Serentak telah sukses dilaksanakan kemarin (9/12). Meski demikian, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamaruzzaman memberikan sejumlah catatan untuk diperbaiki dalam pilkada serentak mendatang.
Pertama, kata dia, adanya penundaan Pilkada di lima daerah menjadi perhatian khusus. Sebab, ada beberapa hal yang bukan kewenangan DKPP, untuk mengoreksi keputusan Paslon yang di KP tidak sesuai.
Oleh karena itu, ia sepakat agar kelima daerah tersebut digelar 14 hari usai pilkada seperti keinginan pemerintah. ''Jadi kejadian itu kita minta ada perhatian khusus, sebab lima daerah itu kasusnya berbeda,'' kata Rambe saat dihubungi Republika, Kamis (10/12).
Selain itu, Rambe juga melihat tidak tercapainya target partisipasi pemilih oleh KPU sebesar 77,5 persen. Partisipasi yang tidak mencapai target itu dipengaruhi oleh tingkat sosialisasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pemilihan, keterbatasa pilihan jumlah Paslon, dan situasi politik di tingkat Nasional.
''Jadi memang memang menyangkut partisipasi ini mau tidak mau harus dilakukan evaluasi. Apakah sangkutnya di UU, atau di PKPU,'' ujar politisi Golkar tersebut.
Catatan lain yang menjadi perhatian Komisi II adalah dengan masih maraknya praktek politik uang. Berdasarkan laporan KPU, praktek Money Politic itu terjadi di 58 daerah, itu pun belum termasuk temuan DPR dari seluruh Dapil.
Ia mengatakan, di dalam UU, sanksi terhadap praktek politik uang tidaklah konkrit. Pelaku money politic memang bisa saja di hukum, kalau terbukti di persidangan.
Hanya saja, sanksi yang diterapkan terhadap partai pengusung mendapatkan sanksi, yaitu dengan pembatalan calon. Tapi dalam proses money politic tersebut tidak ada sanksi.
''Harus sanksi yang berat, itu masuk kategori pidana. Kita ingin revisi UU ditambah, jangan hanya dilarang saja,'' ungkap Rambe.
Catatan berikutnya dari Komisi II adalah, partai politik perlu merapikan proses perekrutan paslon, apakah Paslon tersebut datangnya dari parpol atau gabungan paslon. Dalam konteks ini Paslon dari parpol perlu melakukan evaluasi, agar lebih siap untuk mencalonkan diri.
Karena seharusnya parpol melakukan sosialisasi dari mulai awal pendaftaran, dan pemilihan.''Yang kurang persiapan oleh parpol adalah tidak ada survei, konsolidasi internal,'' jelas dia.
Dampaknya, masyarakat bingung memlih calon. Padahal, mereka ingin memilih pemimpin yang terbaik, dengan Potensi dan Kompetensi yang kuat untuk memajukan daerah. Berdasarkan catatan tersebut, Komisi II menilai perlu adanya evaluasi terhadap UU pemilu.
Rambe menyatakan, dari awal pihaknya sudah menyatakan, partai ingin melakukan perubahan/revisi terhadap UU.
''Tapi pemerintah bersikera untuk melaksanakan dulu. Masa belum dilaksanakan sudah dirubah lagi. Nah terserah pemerintah dan DPR bagaimana evaluasinya nanti,'' ujar dia.