Saleh: Pengungkapan RS Vaksin Palsu Bukan Penghakiman
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan pengungkapan nama-nama fasilitas layanan kesehatan atau rumah sakit dan tenaga kesehatan yang menggunakan vaksin palsu bukan untuk menghakimi. Ini melainkan untuk menjawab keingintahuan publik.
"Pengungkapan nama-nama fasilitas layanan kesehatan pengguna vaksin palsu bukan hanya keinginan DPR, tetapi keinginan sebagian besar masyarakat. Dengan pengungkapan itu, kekhawatiran masyarakat akan berkurang, setidaknya terkanalisasi," kata Saleh saat dihubungi di Jakarta, Senin (18/7).
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan dengan pengungkapan itu, masyarakat dapat mengetahui apakah anaknya termasuk berpeluang menjadi korban vaksin palsu atau tidak sehingga bisa segera mengambil langkah. Bila kemudian terjadi tuntutan dan keributan di fasilitas-fasilitas layanan kesehatan tersebut, Saleh mengatakan itu merupakan bentuk kekesalan masyarakat yang merasa tertipu dan diperlakukan tidak benar.
"Hikmahnya, orang tua dapat melakukan langkah-langkah untuk memeriksakan kesehatan anaknya dan bila perlu melakukan imunisasi ulang," tuturnya.
Meskipun ada pihak yang merasa tidak nyaman dengan pengungkapan nama-nama fasilitas layanan kesehatan itu, Saleh justru menilai pengungkapan nama-nama fasilitas layanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang menggunakan vaksin palsu justru terlambat karena dilakukan beberapa minggu sejak kasus itu terungkap.
Sebelumnya, melalui media sosial dan layanan pesan singkat beredar tulisan yang tampaknya ditulis oleh salah satu pemilik atau pimpinan fasilitas layanan kesehatan yang namanya termasuk ke dalam daftar terduga pengguna vaksin palsu. Penulis merasa mengalami penghakiman karena nama fasilitas layanan kesehatan yang diduga menggunakan vaksin palsu diungkap secara terbuka, sementara para pembuat dan pengedar vaksin palsu yang sedang diperiksa polisi bahkan baru disebutkan inisialnya.
Dia juga merasa sebagai korban yang tertipu oleh para pembuat dan pengguna vaksin palsu. Pada saat itu, dia mengaku berusaha mencari alternatif distributor vaksin lain karena BUMN yang memproduksi vaksin belum juga mengirim vaksin yang dipesan.