BPJS Dinilai tak Pantas Dapat PMN
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan Rp 10 triliun pada 2016. Defisit ini besarnya dua kali lipat dari defisit tahun lalu sebesar Rp 5 triliun. Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai BPJS KesehatanAnggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai BPJS tidak pantas mendapatkan penyertaan modal negara (PNM) lantaran kinerja keuangan ini.
Selain itu, menurut dia, layanan kepada masyarakat juga dinilai buruk. Ombusman mencatat, 50 persen pengaduan masyarakat yang masuk, semuanya terkait dengan layanan BPJS.
“Di beberapa aspek muncul masalah seperti pola rujukan rumah sakit yang tidak jelas, kasus penghentian layanan rawat jalan, proses pengambilan obat yang lama, hingga pemeriksaan laboratorium yang tidak ditanggung. Dari hasil kajian sistemik Ombudsman atas pelayanan BPJS, ditemukan berbagai persoalan pelayanan dan operasional kesehatan," ujar dia, melalui keterangan pers, Selasa (26/7).
Di sisi lain, kata dia, BPJS memiliki status keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Total, sudah 24 kali BPJS mendapat WTP dari kantor akuntan publik atas audit laporan keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS). Terakhir, tahun 2015 lalu BPJS juga mendapat predikat WTP itu.
Menurut dia, sangat ironis ketika institusi yang berkali-kali mendapat WTP, tapi memiliki manajemen kinerja yang buruk. Audit yang dilakukan akuntan publik juga perlu dipertanyakan. Seperti diketahui, sebelumnya pemerintah telah mengajukan PMN untuk BPJS sebesar Rp 6,83 triliun dalam APBN-P 2016.
Pemerintah menyatakan PMN tersebut akan digunakan untuk menjaga kecukupan DJS kesehatan, karena tidak seimbangnya jumlah iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan biaya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh BPJS. Proposal PMN sudah diajukan ke DPR. Dalam keputusannya pada 20 Juni 2016, pencairan PMN harus dibahas lebih lanjut untuk mendapatkan persetujuan dari Komisi XI dan catatan ini harus masuk dalam UU APBN-P Tahun 2016.
Menurut Heri, banyak PR yang harus dipertanggungjawabkan oleh BPJS, sehingga publik percaya bahwa institusi itu clear and clean. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Pertama, BPJS harus menjelaskan operasional dan pelayanannya yang buruk. Kedua, perlu kajian holistik terkait kinerja keuangan BPJS. Ketiga, BPK perlu melakukan audit investigasi terkait kinerjanya yang bermasalah.
“Setelah semua itu beres, baru uang rakyat di PMN yang tidak sedikit itu kita bahas. Belum lagi, PMN yang diberikan menjadi kontraproduktif dengan gembar-gembor penghematan kementerian/lembaga dan daerah untuk efisiensi. Ini justru diberikan kepada sebuah institusi yang tidak efisien. Oleh karena itu, sekali lagi, selama hal-hal tersebut tidak mendapat penjelasan yang meyakinkan dan tidak dipenuhi, maka BPJS belum pantas untuk mendapat PMN," kata dia.