DPR Usul Anggaran Kementrian Jadi Acuan Sistem Reward Punishment
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI menggelar sidang paripurna, Selasa (4/10). Pada Paripurna kali ini membahas penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS). Kemudian dilanjutkan dengan laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) semester I-2016 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada DPR RI.
Ke depan DPR RI mengusulkan besaran anggaran dari kementerian dan lembaga juga diikutsertakan sistem reward dan punihsment. Yaitu meliputi bagaimana hasil auditor BPK menjadi salah satu acuan WTP, WDP, Disclaimer dan opini tidak memberikaan pendapat atas penyerapan anggaran yang merupakan cerminan kinerja lembaga tersebut. Maka dengan demikian pemberian besaran anggaran bukan semata-mata kebijakan politis saja.
BPK Sebut Sistem Keuangan SKK Migas Lemah
"Tapi pertanggung jawaban terhadap anggaran yang berhasil diserap perlu diperhatikan," kata wakil ketua DPR RI, Taufik Kurniawan.
Sementara, punishment yang lembaganya penyerapannya sedikit, nanti harus sedikit pula dapat anggaraan. Sehingga DPR RI mengharapkan kedepan faktor penyerapan anggaran diterapkan dan menjadi salah satu faktor apresiasi kementerian dan lembagai dengan benar. "Saya mengusulkan itu, supaya aspek transparansi, kinerja diapresiasi, yakni money follow program bukan money follow function," katanya.
BPK Temukan Kerugian Negara Rp 1,92 Triliun
Sebelumnya, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2015. LKPP ini adalah pertanggungjawaban atas APBN tahun lalu. Sebanyak 696 LHP terdiri dari 116 LHP pada pemerintah pusat (17 persen), 551 LHP pemerintah daerah (79 persen), serta 29 LHP BUMN dan badan lainnya (4 persen). Berdasarkan jenis pemeriksaannya, LHP yang dimaksud terdiri atas 640 LHP keuangan (92 persen), 8 LHP kinerja (1 persen), dan 48 LHP dengan tujuan tertentu (7 persen).