Larangan Penggunaan Cantrang Membuat Banyak Kapal Mangkrak
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Polemik atas terbitnya Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang masih belum menemukan solusi dan jalan keluar. Hal ini dapat dilihat dari aksi protes nelayan atas kebijakan tersebut di berbagai daerah.
Permen tersebut dianggap tidak memperhatikan aspek sosial dan ekonomi nelayan yang diperkirakan telah menimbulkan kerugian hingga Rp3,4 triliun per tahun. Wakil Ketua Komisi IV DPR, Daniel Johan saat memimpin tim kunjungan spesifik (kunspek) Komisi IV DPR RI ke Balai Besar Penangkapan Ikan (BBPI) Semarang mengatakan pemerintah belum memberikan solusi dan jalan keluar atas permasalahan ini. Alhasil, gelombang protes masih dilakukan oleh para nelayan.
“(Pemerintah) malah justru memperparah dan memperburuk keadaan nelayan karena bantuan yang diserahkan tidak sesuai target dan juga tidak mampu menampung kebutuhan nelayan seluruh Indonesia,” ujar Daniel dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (25/7).
Politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyebut, permen tersebut menimbulkan banyak kapal-kapal nelayan mangkrak tidak bisa berlayar. Larangan cantrang berdampak pada 17 jenis alat tangkap dan 38 ribu kapal.
Para nelayan meminta bantuan Komisi IV agar pemerintah segera memberikan solusi atas berbagai permasalahan tersebut. Larangan penggunaan alat cantrang dinilai telah membuat keadaan ekonomi nelayan memburuk.
“Kami meminta pemerintah segera memberikan solusi atas larangan penggunaan alat tangkap ikan cantrang karena telah membuat ekonomi kita semakin sulit,” ujar salah satu nelayan yang hadir.
Tujuan Komisi IV ke BBPI Semarang sendiri untuk menggali secara utuh dan langsung terkait berbagai teknologi, rekayasa, standarisasi, dan sertifikasi teknik penangkapan ikan yang dinilai ramah lingkungan. “Kami ingin ada standarisasi alat penangkapan ikan yang diterapkan secara nasional dengan kondisi geografis yang berbeda-beda diseluruh wialayh Indoesia,” kata Daniel.