Ketua DPR Minta Perempuan Aktif di Revolusi Digital

Era digital tidak hanya mempengaruhi kehidupan perekonomian semata

Humas DPR
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo
Red: Budi Raharjo

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta kaum perempuan terlibat aktif dalam revolusi digital. Saat ini peran perempuan dalam revolusi digital masih minim.

"Diperlukan berbagai solusi untuk meningkatkan peran perempuan dalam revolusi digital. Salah satunya dengan melibatkan perempuan dalam sektor digital atau digital fluency," ujar Bamsoet dalan Seminar dan Lokakarya "Kartini di Era Digital: Perempuan, Inovasi, dan Teknologi" yang diselenggarakan Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) di DPR RI, Jakarta, Rabu (25/04/18).

Bamsoet menuturkan, hasil penelitian Accenture, sebuah perusahaan multinasional yang bergerak di bidang konsultasi manajemen, pelayanan teknologi dan outsourcing, menunjukan jika pemerintah dan dunia usaha mempercepat keterlibatan perempuan dalam sektor digital atau digital fluency, maka kesetaraan gender di dunia kerja pada negara berkembang akan terwujud di tahun 2040.

"Pemerintah Indonesia melalui kementerian terkait harus mengambil inisiatif untuk meningkatkan peran perempuan dalam menghadapi revolusi digital dengan berbagai program dan kegiatan yang dibutuhkan perempuan. Dorong perempuan mengikuti pendidikan berbasis IT, termasuk pendidikan vokasi supaya lebih mudah terserap dunia kerja," kata Bamsoet.

Bamsoet mengingatkan, era digital tidak hanya mempengaruhi kehidupan perekonomian semata. Tetapi, juga ikut mempengaruhi kondisi sosial politik di berbagai negara belahan dunia. Karenanya, perempuan Indonesia harus meningkatkan kemampuan diri agar bisa bersaing secara kompetitif.

"Saya yakin, perempuan Indonesia bisa merubah berbagai tantangan yang dihadapi menjadi peluang. Di dunia politik, misalnya, digitalisasi bisa digunakan kaum perempuan dalam menjalankan strategi political marketing sehingga dapat menjaring konstituen secara luas," jelas Bamsoet.

Bamsoet meminta wanita Indonesia meneladani perjuangan RA Kartini. Karena, berkat perjuangan RA Kartini perempuan Indonesia memiliki berbagai privilige, salah satunya di bidang politik. UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dan UU No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, mewajibkan quota minimal 30 persen keterwakilan perempuan, baik dalam susunan kepengurusan partai politik maupun dalam daftar calon anggota legislatif.

"Terus terang, saya masih menyimpan keprihatinan yang mendalam. Realitas politik saat ini menunjukan keterwakilan perempuan di DPR RI belum pernah menembus angka 30 persen. Justru di DPR RI periode 2014-2019, persentase anggota perempuan malah menurun dibanding periode sebelumnya. Saya harap, di periode 2019-2024 jumlahnya bisa meningkat signifikan," harap Bamsoet.

Sejak era Reformasi DPR RI periode 1999-2004, telah menempatkan 45 perempuan (9 persen) dari 500 jumlah anggota DPR RI. Jumlahnya meningkat menjadi 61 perempuan (11,09 persen) dari 550 anggota DPR RI di periode 2004-2009. Sewindu Reformasi, di periode 2009-2014, jumlah perempuan di DPR RI meningkat tajam menjadi 101 perempuan (18,04 persen) dari 560 anggota DPR RI. Jumlah ini justru menurun di periode 2014-2019 yang hanya menempatkan 97 perempuan (17,32 persen) dari 560 anggota DPR RI.

Bamsoet mengkaji, setidaknya ada tiga kendala yang menjadikan keterwakilan perempuan di parlemen masih rendah. Pertama, partai politik belum sepenuhnya memberikan kesempatan dan peluang yang luas kepada kaum perempuan.

Kedua, kaum perempuan sendiri belum siap berkompetisi secara terbuka dalam dunia politik. Terakhir, kultur masyarakat belum sepenuhnya berpihak pada peningkatan peran kaum perempuan. "Kendala tersebut harus diselesaikan semua pihak, agar partispasi perempuan dalam bidang politik bisa meningkat," pungkas Bamsoet.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler