Terungkap, OPM Kerap Beli Senjata dari Aparat yang 'Butuh Uang’

Satgas Damai Cartenz cegah penyelundupan senjata senilai Rp 1,3 miliar ke OPM.

Dok TPNPB
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) berpose dengan latar bendera Bintang Kejora.
Rep: Fitriyan Zamzami/Bambang Noroyono Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA – Kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM) mengakui bahwa sejumlah senjata selundupan yang disita Satgas Operasi Damai Cartenz mereka beli dari aparat. Mereka menyatakan selama ini kerap bertransaksi dengan tentara maupun polisi Indonesia.

Baca Juga


“Penangkapan dan penyitaan dua senjata laras panjang dan empat pucuk pistol beserta ratusan amunisi itu adalah benar milik pasukan TPNPB di Puncak Jaya,” kata Juru Bicara TPNPB Sebby Sambom kepada Republika, Senin. “Dan kami juga menyampaikan bahwa TPNPB sama sekali tidak mempunyai jaringan kerja dengan PT Pindad Indonesia untuk memasok senjata ke Papua.”

Menurutnya, penyitaan logistik TPNPB di Keerom oleh aparat militer pemerintah Indonesia itu terkait kerja individu yang mempunyai jaringan kerja dengan militer Indonesia. “Pada prinsipnya Tentara dan Polisi Indonesia butuh uang dan TPNPB butuh senjata dan hal tersebut juga terjadi di Afrika, Eropa bahkan di Indonesia dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda,” kata dia melanjutkan. 

“Senjata milik negara Belanda dulu banyak dijual ke Indonesia sebagai dukungan kemerdekaan Indonesia atas Belanda. Maka hal itu kami anggap sudah biasa terjadi.” Ia juga menyampaikan terima kasih kepada tentara dan polisi Indonesia yang selama ini mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Papua. 

Ia menyampaikan pesan kepada Presiden Prabowo Subianto dan Panglima TNI serta Polri dan komunitas internasional bahwa mereka akan menggunakan segala cara untuk mencapai kemerdekaan Papua. “Maka jangan kaget atas penangkapan salah satu Eks anggota TNI yang memilih berjuang untuk kemerdekaan bangsa Papua namun ia ditangkap dan senjata serta amunisi disita dan hal itu sudah biasa terjadi.”


Sebelumnya, Satgas Operasi Damai Cartenz menggagalkan penjualan senjata api senilai Rp 1,3 miliar ke kelompok separatis Papua merdeka yang dilakukan oleh mantan anggota TNI. Dalam operasi tersebut, satuan khusus kepolisian itu menangkap Yuni Enumbi (YE), Yudhi Kalalo (YK), dan Matius Payokwa (MP). Senjata api lengkap dengan amunisi tajam tersebut dikatakan akan diserahkan ke kelompok Lerimayu Telenggen yang merupakan pemimpin separatis di wilayah Puncak Jaya, Papua Tengah.

Dalam siaran pers yang disampaikan Kepala Satgas Damai Cartenz, Brigadir Jenderal (Brigjen) Faizal Ramadhani, Ahad (9/3/2025) dijelaskan bahwa operasi penggagalan penjualan senjata api tersebut dilakukan sejak 1 sampai 7 Maret 2025 lalu. “Operasi penggagalan penyelundupan senjata api dan amunisi tersebut dilakukan bersama-sama Polda Papua. Dan berhasil menangkap Yuni Enumbi, dan dua orang lainnya, yakni Yudho Kalalo, dan Matius Payokwa,” ujar Faizal. Ketiga orang tersebut ditangkap terpisah. 

Tersangka YK, dan MP selaku pengantar, ditangkap pada saat perjalanan membawa senjata pesanan tersebut dari Jayapura, menuju Puncak Jaya. Sedangkan YE ditangkap di Kilometer (Km) 76 Keerom di Jayapura. “YE diketahui adalah pecatan dari TNI,” begitu kata Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz Komisaris Besar (Kombes) Yusuf Sutejo saat dikonfirmasi dari Jakarta, Ahad (9/3/2025). Sedangkan YK, adalah sopir mobil kendaraan lintas wilayah Papua yang membantu YE mengantarkan senjata api. Dan MP adalah kondektur dari YK.

Dari pengungkapan diketahui, bahwa YE mendapatkan pesanan senjata api dan amunisi dari kelompok separatis di Puncak Jaya. Dalam realisasinya, senjata api tersebut dikemas dengan cara terpisah-pisah dalam pengantarannya. YE memisah-misahkan bagian dari senjata-senjata api tersebut ke dalam tabung mesin pengisi angin ban kendaraan. Di dalam tabung tersebut, bagian-bagian dari senjata api itu dibungkus dengan plastik dan karton. Dari pengungkapan, dalam tabung mesin pompa angin tersebut juga terdapat amunisi-amunisi tajam.


“Berdasarkan keterangan tersangka YE, bahwa senjata tersebut dibeli dengan harga Rp 1,3 miliar dari luar Papua. Dan akan diserahkan kepada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Puncak Jaya,” ujar Yusuf. YE kemudian memerintahkan YK, bersama-sama MP untuk mengantarkan paket mesin pompa angin berisi senjata api dan amunisi tersebut. “Sementara sopir YK, dan MP mengaku tidak mengetahui isi muatan yang mereka bawa tersebut,” ujar Yusuf.

Dari pembongkaran tabung mesin pompa angin tersebut, kepolisian menemukan dua pucuk senjata api laras panjang jenis SS-1 yang belum dirangkai. Di dalamnya tabung yang dibongkar paksa itu juga ditemukan empat pucuk senjata api laras pendek atau pistol jenis G-2 Pindad. Serta terdapat sebanyak 632 butir peluru 5,56 milimeter (mm), serta 250 amunisi kaliber 9 mm. “Ditemukan juga satu pucuk senapan angin yang belum terangkai, beserta satu paket laser senter dan mounting, satu teleskop dan peredam, satu popor kayu berwarna coklat, dan satu laras juga tabung untuk senapan angin,” ujar Yusuf.

Adapun dari para tersangka, juga disita uang tunai berjumlah Rp 369 juta yang disimpan di dalam tas selempang. “Berkat kerja keras tim, kami berhasil menggagalkan penyelundupan berbagai jenis senjata dan amunisi yang rencananya akan disuplai kepada KKB di Puncak Jaya. Dan kami akan terus menelusuri asal-usul senjata-senjata ini, dan akan mengungkap siapa-siapa saja yang terlibat,” begitu sambung Brigjen Faizal.


Dari mana sumber dana TPNPB?

Pertanyaannya kemudian, dari mana biaya untuk membeli senjata tersebut? Sebby Sambom berdalih, kebijakan mendatangkan logistik merupakan inisiatif masing-masing wilayah operasi yang dalam struktur TPNPB disebut komando daerah pertahanan (kodap). "Jadi ini tidak ada kordinasi dengan manajemen markas pusat. Itu usaha masing-masing kodap. Jadi sumber uang juga tidak tahu. Tapi kami hargai usaha mereka karena itu untuk memenuhi kebutuhan logistik TPNPB," kata dia.

Meski begitu, menurut Sebby, memang ada "individu-individu" yang selama ini membantu pendanaan TPNPB. Selain itu, sebagian pendanaan itu menurutnya dari penjualan emas. Ia tak menyampaikan apakah emas yang dijual dalam bentuk perhiasan atau hasil tambang.

"Individu yang biasa komunikasi dengan kami itu, dalam kami punya pengalaman, yang membantu mereka itu ada. Tapi itu sumber uangnya kebanyakan mereka punya emas-emas dijual," ujarnya. Selain emas, pendanaan juga berasal dari penjualan kayu dan hasil bumi di wilayah masing-masing.

SAparat keamanan Indonesia telah beberapa kali menyampaikan tudingan soal dari mana TPNPB mendapatkan pendanaan. Pada 2019 misalnya, Kapolda Papua Inspektur Jenderal Polisi Paulus Waterpauw menyatakan adanya indikasi dana desa yang digunakan untuk membantu kelompok bersenjata. “Indikasi itu kami temukan di lapangan sehingga ke depan para kepala desa atau kampung tidak lagi membantu dengan menggunakan dana desa,” kata Waterpauw di Jayapura, kala itu. Sejauh ini, belum ada kepala desa yang terbukti di pengadilan melakukan pendanaan tersebut.

Pada 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan menelusuri aliran dana dugaan suap gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe, termasuk ke kelompok separatis. Penyelidikan itu atas temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal transfer tunai dari Enembe ke kasino judi senilai 55 juta dolar atau Rp 560 miliar dalam periode tertentu. Hal ini memunculkan dugaan soal adanya penyelewengan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

Pasukan TPNPB-OPM di Puncak Jaya. - (Dok TPNPB)

Dian Ediana Rae yang saat itu menjabat sebagai kepala PPATK menyampaikan pihaknya tengah mendalami dugaan adanya aliran dana APBD dan Otsus Papua ke kelompok separatis bersenjata. "Apakah anggaran yang ditarik keluar menyalahi prosedur baik dana otsus maupun APBD itu digunakan oleh KKB (kelompok kriminal bersenjata) atau OPM atau apapun namanya," kata Dian dalam keterangannya pada Juni 2021. Dugaan itu juga tak pernah benar-benar diusut hingga akhirnya Lukas Enembe meninggal pada 2023.

Sejak 2021, ada setidaknya dua kasus pengungkapan aparatur sipil negara (ASN) yang memasok senjata ke kelompok separatis di Papua. Pada September 2021, Satgas Nemangkawi menangkap seorang ASN di Pemkab Yahukimo berinisial ES, yang diduga sebagai pemasok senjata api dan logistik untuk kelompok separatis di kawasan Yahukimo.

Sedangkan pada Juni 2022, kepolisian menangkap ASN berinisial AN yang diduga sebagai pemasok senjata api, dan amunisi. AN ditangkap di Pos Yalimo, saat akan melintas dari Jayapura, menuju ke Wamena, Rabu (29/6/2022).

Dari AN, disita sebanyak 615 butir peluru tajam aktif, satu senjata pistol jenis FN, dan dua magasin amunisi untuk senjata laras panjang V2 Sabhara dan SS-1. AN bekerja sebagai PNS di Kabupaten Nduga. Sebby Sambom juga menyangkal tudingan bahwa mereka didanai anggaran Otsus Papua. "Tudingan-tudingan ini tidak benar. Kami TPNPB tak pernah terima uang dari Lukas Enembe atau pejabat manapun," kata dia.

Dana Otsus Papua - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler