Turki Gugat Yunani Ke Pengadilan HAM Eropa

Turki sedang mempersiapkan sebuah kasus di Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa

Erdem Sahin/EPA
Pengungsi berjalan di perbatasan Turki-Yunani pada Ahad (1/3). Turki memutuskan untuk tak lagi menghalangi arus imigran ke Eropa.
Rep: Dwina Agustin Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Turki sedang mempersiapkan sebuah kasus di Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) tentang perlakuan para migran oleh Yunani, Rabu (4/3). Uni Eropa (EU) sejauh ini dinilai tidak membuat tawaran konkret untuk menangani ribuan orang yang mencoba memasuki wilayah tersebut.

Turki menghadapi gelombang pengungsi Suriah lainnya setelah menampung sekitar 3,6 juta pengungsi. Mereka menjadikan Turki titik awal untuk menyeberang ke Yunani agar bisa mencapai daratan Eropa lainnya.

Gelombang besar migran ini mendorong polisi anti huru hara di kedua sisi perbatasan menembakkan gas air mata. Ankara sebelumnya menuduh pasukan Yunani menembak mati seorang migran dan melukai yang lain. Sedangkan Athena menolak klaim tersebut dan mengatakan polisi Turki membantu migran secara ilegal menyeberang ke wilayahnya.

Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu mengatakan bahwa para pejabat membuat persiapan untuk diajukan ke ECHR atas intervensi Yunani dengan para migran. Keluarga dua orang yang meninggal telah memberi wewenang kepada Ankara untuk melakukannya.

Soylu mengatakan lebih dari 135 ribu orang telah berpindah dari provinsi perbatasan Turki, Edirne ke Yunani sejak akhir pekan lalu. Angka itu lebih tinggi dari perkiraan lainnya.

Di sisi lain, Presiden Turki Tayyip Erdogan bertemu dengan Presiden Dewan Eropa Charles Michel pada Rabu. Dia menginginkan UE untuk secara lebih kuat mendukungnya di Suriah dan memberikan lebih banyak dana.

Juru bicara kepresidenan Turki Ibrahim Kalin mengatakan Michel tidak memiliki usulan konkret seputar pada migran yang ingin ke negara-negara UE ketika berbicara dengan Erdogan. "Kami berharap mereka entah bagaimana merumuskan rencana ini segera dan menyampaikannya kepada kami sehingga kami dapat dengan cepat menyadari itu jika kita mencapai kesepakatan," ujarnya.

Kalim mengatakan Turki tidak menganggap keputusan untuk mendorong migran menyeberang ke UE sebagai pemerasan politik seperti yang dikatakan beberapa pejabat Eropa. "Ini adalah standar ganda bahwa Uni Eropa dapat memobilisasi ratusan juta euro ke Yunani dalam beberapa hari, tetapi menggunakan birokrasi sebagai alasan ketika datang ke Turki," katanya.

Perang kata-kata antara Athena dan Ankara telah meningkat sejak pekan lalu. Tensi meningkat ketika Turki memutuskan untuk tidak lagi mematuhi kesepakatan 2016 dengan Uni Eropa.

Ankara memutuskan untuk menghentikan aliran migrasi ilegal ke Eropa dengan imbalan bantuan miliaran euro. Sejak itu, lebih dari 10 ribu migran dari Afghanistan, Suriah, dan negara-negara lain telah mencoba untuk menembus perbatasan.

Baca Juga


sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler