Corona dan Panic Buying
Memborong makanan berpotensi menyebabkan kelangkaan bahan pokok di pasar.
REPUBLIKA.CO.ID, Usai diumumkannya dua kasus positif corona di Indonesia, sontak membuat penduduk Indonesia panik. Temuan kasus ini menambah jumlah orang terinfeksi corona, yang hingga Rabu (4/3) mencapai lebih dari 93.570 orang di dunia dengan korban meninggal 3.204 orang.
Kepanikan ini mengakibatkan banyak orang berbondong-bondong membeli masker, hand sanitizer hingga bahan makanan. Gelombang kepanikan itu memicu lonjakan harga dan kelangkaan masker di sejumlah kota di Indonesia.
Panic buying atas bahan makanan terjadi di beberapa swalayan di ibu kota. Tindakan ini berpotensi menyebabkan kelangkaan bahan makanan karena penduduk melakukan belanja dalam jumlah besar untuk persiapan beberapa waktu ke depan.
Yang dikhawatirkan, aksi borong tersebut meningkatkan harga jual/inflasi, padahal pemerintah sudah menjamin stok bahan makanan aman. Pada Februari 2020, inflasi komoditas makanan menempati urutan paling tinggi dibandingkan komoditas lain.
Aksi borong bisa mengakibatkan pasokan dan harga sembako tidak stabil. Maka itu, menjaga stok bahan pangan penting guna mencegah kenaikan harga.
Sebagai contoh, pada awal Maret ini harga gula pasir dan telur ayam di tingkat konsumen sudah naik. Gula pasir dari awalnya Rp 14 ribu menjadi Rp 16 ribu per kilogram. Telur ayam meningkat dari Rp 24 ribu menjadi Rp 26 ribu per kilogram.
Kenaikan harga, tentu menurunkan daya beli penduduk terutama kelas menengah ke bawah yang rentan terhadap guncangan ekonomi. Dan saat ini, virus corona berdampak luas terhadap perekonomian internasional, terutama yang terkait dengan Cina.
Penutupan sementara pabrik-pabrik di Cina, mengakibatkan penurunan produksi dan rantai pasokan komoditas dari Cina. Bagi Indonesia yang banyak bergantung pada bahan baku dari Cina, ini berdampak pada produksi karena kelangkaan bahan baku.
Imbas dari virus corona ini juga membuat penghentian sementara umrah oleh Arab Saudi. Langkah tersebut membuat ribuan jamaah dari Indonesia harus menunda keberangkatannya ke Tanah Suci, sehingga menimbulkan kerugian bagi jamaah ataupun biro perjalanan.
Dengan adanya dua kasus positif corona di Indonesia, memperberat lobi pemerintah untuk membuka kembali perizinan umrah ke Arab Saudi. Pembatasan penerbangan juga dilakukan beberapa negara sehingga menurunkan kunjungan wisatawan asing ke Indonesia.
Menurut BPS, kunjungan wisman pada Januari 1,27 juta orang atau lebih tinggi daripada Januari 2019 (1,20 juta orang) dan 2018 (1,1 juta orang). Pada Januari itu, wisman terbanyak dari Malaysia (16,2 persen), Cina (14,3 persen), dan Singapura (10,9 persen).
Pada Januari jumlah kunjungannya masih tinggi, tetapi untuk bulan Februari, jumlah kunjungan wisman akan merosot tajam, imbas dari virus corona yang mengakibatkan pembatalan kunjungan oleh wisman. Merosotnya kunjungan wisman, berdampak pada penurunan sektor akomodasi/hotel dan penyediaan makan minum. Rendahnya tingkat hunian hotel menyebabkan manajemen hotel mengatur ulang jam kerja karyawannya untuk efisiensi.
Hal ini jelas menurunkan produktivitas tenaga kerja di sektor akomodasi/perhotelan. Untuk mengantisipasi dampak virus corona di atas, pemerintah telah mengeluarkan beberapa paket kebijakan ekonomi. Mulai dari memberikan keringanan izin impor bagi 500 pengusaha untuk menjamin produksi dalam negeri, mempercepat belanja pemerintah, hingga subsidi tarif penerbangan domestik ke destinasi wisata untuk meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara.
Hal tersebut dilakukan untuk menjaga perekonomian agar tetap stabil. Namun, dengan kondisi yang ada, masyarakat memilih untuk menghindari keramaian dan bepergian merupakan pilihan penduduk saat ini.
Subsidi tarif angkutan udara ini tidak akan berpengaruh karena penduduk merasa takut terhadap infeksi virus corona dibandingkan menikmati liburan dalam negeri. Berbagai permasalahan ini membutuhkan prioritas penanganan. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan tersebar di beberapa pulau dengan fasilitas kesehatan belum merata, menghadapi tantangan dalam menjaga warganya dari corona.
Tentu, kita tidak berharap penutupan atau isolasi sebuah kota seperti yang terjadi di Provinsi Hubei, Cina, karena hal ini jelas akan mengganggu rantai distribusi bahan makanan dan kebutuhan penduduk lainnya. Demikian juga, antara memasarkan pariwisata Indonesia di tengah ketakutan global terhadap virus corona atau meningkatkan perlindungan kesehatan terhadap masyarakat, manakah yang lebih prioritas?
Keputusan untuk menunda pemberian insentif bagi influencer dan wisatawan asing sudah tepat. Sebelumnya, pemerintah menyiapkan dana Rp 298,5 miliar untuk mendatangkan turis asing ke Indonesia dengan memberikan insentif bagi maskapai, kegiatan promosi, kegiatan pariwisata, hingga membayar influencer.
Rencana ini baru akan dijalankan ketika kondisi sudah memungkinkan. Di sisi lain, keputusan pemerintah menaikkan bantuan pangan nontunai (BPNT) dari Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu selama enam bulan ke depan juga patut diapresiasi.
Ini untuk melindungi masyarakat miskin dari guncangan ekonomi akibat corona. Munculnya virus corona bersamaan pula dengan banjir di beberapa kota di Indonesia, erupsi Gurung Merapi, yang menyebabkan penutupan sementara Bandara Adi Sumarmo Solo.
Karena itu, upaya menjaga ketersediaan pangan dan memastikan kelancaran distribusinya, menjadi prioritas selain upaya pencegahan corona saat ini. Jika masyarakat kelas menengah atas masih punya cadangan/tabungan untuk bertahan dalam beberapa bulan ke depan, tidak demikian dengan penduduk miskin dan kelas menengah harapan.
Jika penduduk miskin memperoleh aneka perlindungan sosial, tidak bagi kelas menengah harapan yang kondisinya rentan terhadap guncangan ekonomi.
Kelas menengah harapan ini, jumlahnya paling besar di Indonesia, yakni mencapai 115 juta jiwa atau 45 persen. Dampak virus corona belum bisa diprediksi kapan berakhirnya, tetapi menjaga ketersediaan pangan dan harga perlu untuk menjaga kesejahteraan penduduk.
TENTANG PENULIS: Tasmilah, Statistisi pada BPS Kota Malang