Tentara IDF Menangis Lihat Ribuan Kembali ke Gaza Utara
Kekuatan pejuang Palestina disebut bertambah di utara Gaza.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Pasukan Israel mulai mundur dari Poros Netzarim yang memisahkan bagian selatan dan utara Gaza. Media Israel melaporkan para tentara penjajah mundur sambil menangisi kegagalan mereka menguasai wilayah tersebut.
Channel 14 Israel mengatakan bahwa tentara Israel meninggalkan poros Netzarim, yang didirikan tentara pendudukan untuk memisahkan Kota Gaza dan bagian utaranya dari wilayah tengah dan selatan Jalur Gaza, sambil menitikkan air mata. Mereka merasa bahwa apa yang mereka lakukan lebih dari satu tahun di Gaza "sia-sia".
Dalam agresi brutal melalui serangan darat, udara, dan laut selama 15 bulan di Gaza, militer Israel telah membunuh lebih dari 47 ribu jiwa. Mereka juga menghancurkan 92 persen bangunan di wilayah terkepung itu. Bagaimanapun, menyusul gencatan senjata belakangan, tujuan mereka memberangus perlawanan dan mengosongkan Gaza Utara gagal tercapai.
Tentara pendudukan mulai mundur pada Senin dari poros Netzarim setelah Hamas dan Israel mencapai kesepakatan yang menetapkan pembebasan 6 tahanan Israel, termasuk tahanan Arbel Yehud, dengan imbalan mengizinkan pengungsi Palestina kembali ke Israel. Jalur Gaza utara.
Dengan penarikan tentara pendudukan dari Netzarim – yang didirikannya dengan dimulainya operasi darat pada tanggal 27 Oktober 2023. Pasukan Israel menonton sementara puluhan ribu pengungsi mengalir melalui dua jalan utama, salah satunya adalah Jalan Rashid. Warga kembali dengan berjalan kaki, sementara ribuan lainnya mulai lewat dengan kendaraan mereka dari Jalur Gaza selatan.
"Saya dapat memberitahu Anda bahwa para pejuang yang meninggalkan koridor Netzarim menangis, dan mengatakan bahwa mereka merasa bahwa semua yang telah mereka lakukan selama lebih dari setahun di Jalur Gaza sia-sia," ujar koresponden militer untuk Channel 14 Israel, Hallel Rosen.
“Ini menjengkelkan,” tambahnya. “Biaya yang dulu harus dikeluarkan adalah pembebasan tahanan keamanan, namun kini biaya tersebut sudah operasional, karena Jalur Gaza bagian utara sekarang sudah terekspos. Mereka (perlawanan) akan memasang alat peledak untuk kami di bawah tanah dan akan menanam ranjau di tempat-tempat yang belum kami kerjakan."
Koresponden militer melanjutkan, kekuatan pejuang Palestina di wilayah Beit Hanoun dan Jabalia yang dibombardir sejak Oktober 2024 lalu belum surut, bahkan meningkat menjadi lebih dari 10.000 personel. “Dan jika kita kembali berperang, kita akan menghadapi pertempuran sengit dan intens yang tidak kurang dari apa yang kita lihat sebelumnya."
Dia menambahkan bahwa para pejuang akan kembali membangun benteng dan menerima lebih banyak senjata. “Operasi militer di masa depan menjadi lebih berbahaya dan rumit," ujar Hallel Rosen. Dia menganggap bahwa masalah ini merupakan pukulan besar terhadap semua upaya yang dilakukan pasukan Israel di masa depan di utara Gaza. “Dan kini, nampaknya semua itu terbuang percuma,” ungkapnya.
Kembalinya warga Palestina yang terlantar ke Jalur Gaza utara terjadi setelah berbulan-bulan pemboman dan pengepungan Israel yang menyebabkan ratusan ribu warga Palestina terpaksa mengungsi. Ini disertai dengan kondisi hidup yang keras karena kelaparan dan terhambatnya bantuan makanan, sehingga membuat perjalanan pulang menjadi sebuah tantangan, momen luar biasa yang membawa harapan dan rasa sakit pada saat bersamaan.
Pada 19 Januari, gencatan senjata antara perlawanan Palestina dan pendudukan Israel mulai berlaku. Fase pertama akan berlangsung selama 42 hari, di mana negosiasi akan dilakukan untuk memulai fase kedua dan ketiga, yang dimediasi oleh Doha, Kairo dan Washington.
Sementara, seorang anak syahid dan beberapa warga sipil lainnya terluka pada Senin malam setelah pasukan Israel menembaki gerobak di sebelah barat kamp pengungsi Al-Nuseirat di Jalur Gaza tengah. Penembakan ini adalah kesekian kalinya Israel melanggar gencatan senjata.
Kantor berita WAFA melansir, Rumah Sakit Al-Awda di Gaza melaporkan bahwa jenazah Nadia Mohammed Al-Amoudi yang berusia lima tahun, bersama dengan tiga warga sipil lainnya yang terluka, dibawa ke fasilitas tersebut setelah penembakan Israel. Semuanya berasal dari daerah Al-Jisr di sebelah barat kamp yang berupaya kembali ke Gaza utara.
Ribuan warga yang mengungsi mulai kembali ke Kota Gaza dan Jalur utara hari ini melalui pesisir Jalan Al-Rasheed di Gaza tengah, setelah dipindahkan secara paksa oleh militer Israel selama genosida yang berlangsung lebih setahun lalu.
Antara 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025, pasukan Israel melancarkan agresi militer besar-besaran di Jalur Gaza, yang mengakibatkan lebih dari 158.000 korban jiwa, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 14.000 warga sipil masih hilang.
Agresi Israel telah menyebabkan lebih dari 85 persen penduduk Gaza mengungsi setelah rumah mereka dihancurkan, berjumlah lebih dari 1,93 juta orang dari total 2,2 juta jiwa. Selain itu, sekit
Merujuk Aljazirah, rombongan orang – beberapa diantaranya menggendong bayi atau membawa banyak barang di bahu mereka – menuju ke utara dengan berjalan kaki di sepanjang jalan di tepi pantai Laut Mediterania, kemarin.
“Ini seperti saya dilahirkan kembali dan kami menang lagi,” kata Umm Mohammed Ali, seorang ibu Palestina. Penyeberangan lain dibuka tiga jam kemudian, kali ini membiarkan kendaraan masuk. “Jantung saya berdebar kencang, saya pikir saya tidak akan pernah kembali lagi,” kata Osama (50 tahun), seorang pegawai negeri dan ayah dari lima anak, ketika ia tiba di Kota Gaza.
“Entah gencatan senjata berhasil atau tidak, kami tidak akan pernah meninggalkan Kota Gaza dan wilayah utara lagi, bahkan jika Israel mengirimkan tank untuk kami masing-masing. Tidak ada lagi perpindahan.”
Kantor Media Pemerintah di Gaza mengatakan “lebih dari 300.000 pengungsi” warga Palestina telah kembali ke wilayah utara setelah militer Israel mengizinkan pemulangan tersebut mulai pagi ini. Pernyataan singkat di Telegram mengatakan mereka “kembali hari ini… ke gubernuran di utara” Gaza.