Usulan Menu Serangga pada MBG, Komisi Fatwa MUI: Selain Belalang Haram
Kepala BGN mengatakan, serangga bisa masuk menu program MBG.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftahul Huda merespons rencana Badan Gizi Nasional (BGN) yang akan memasukkan serangga sebagai menu program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kiai Miftah mengatakan, setiap Muslim wajib untuk mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib. Perintah tersebut Allah sampaikan dalam beberapa kesempatan, di antaranya salam surat Al Maidah ayat 88.
Allah SWT berfirman:
وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْٓ اَنْتُمْ بِهٖ مُؤْمِنُوْنَ
Artinya: "Makanlah apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai rezeki yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah yang hanya kepada-Nya kamu beriman.(QS Al-Ma'idah [5]:88)
Dalam dasar kajian tauhid, kata dia, disebutkan bahwa salah satu yang membatalkan keimanan seseorang adalah mengharamkan sesuatu yang halal dan thayyib atau sebaliknya menghalalkan yang diharamkan oleh Allah.
"Terkait dengan serangga, hanya ada satu spesies yang disebutkan kehalalannya yaitu belalang," ujar Kiai Miftah saat dihubungi Republika, Senin (27/1/2025).
Hal itu sebagaimana sabda Nabi SAW:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتان ودَمَّان، فأمَّا الْمَيْتَتان فالحوت وَالْجَرَادَ، وَأَمَّا الدَّمَّانِ فَالْكِبْدَ وَالطَّحَالَ
Artinya: "Dari Ibnu Umar RA dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai yaitu belalang dan ikan. Adapun dua darah yaitu hati dan limpa." (HR Ahmad dan Ibnu Majah)
Lalu bagaimana hukum serangga selain belalang?
Dalam kajian fikih, menurut Kiai Miftah, serangga diistilahkan dengan kata Hasyarat. Mayoritas Ulama mengharamkan serangga selain belalang dengan berbagai sebab, seperti najis, membahayakan, dan tidak mungkin adanya proses penyembelihan.
"Maka sebagai seorang Muslim harus berhati-hati dalam memilih makanan dan minuman. Dan bagi pemerintah harus menjamin peredaran produk halal bagi masyarakat karena itu adalah mandat undang-undang," jelas Kiai Miftah.
Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan, serangga bisa masuk ke menu program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk menyesuaikan potensi sumber daya yang ada di setiap daerah.
“Kalau ada daerah-daerah tertentu yang terbiasa makan seperti itu (serangga), itu (serangga) bisa menjadi menu di daerah tersebut,” ujar Dadan ketika dijumpai di sela-sela acara Rapimnas PIRA di Jakarta, Sabtu (25/1/2025).
Variasi menu tersebut, kata Dadan, merupakan contoh bahwa Badan Gizi Nasional tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi menetapkan standar komposisi gizi nasional.
Dia menjelaskan, serangga merupakan salah satu sumber protein bagi beberapa daerah. Dadan pun mencontohkan beragam sumber protein yang berdasarkan kepada potensi sumber daya lokal.“Ada daerah yang banyak telur, ada yang banyak ikan, seperti itu,” kata Dadan.
“Itu contoh, ya, bagaimana keragaman pangan itu bisa diakomodir dalam program makan bergizi,” kata Dadan.
Dikutip dari Republika.id, pengajar Rumah Fiqih Indonesia yang juga alumni Universitas Islam Muhammad bin Saud, Ustaz Wildan Jauhari menjelaskan bahwa hewan-hewan seperti kadal, cicak, tikus dan serangga adalah termasuk hewan hasyarat.
Dalam kitab Mausuah Fiqiyyah dijelaskan bahwa hewan hasyarat, yaitu seluruh binatang kecil. Ada ulama yang berpendapat bahwa hasyarat adalah semua hewan kecil yang tidak berbisa.
Pendapat ulama lainnya menyebutkan bahwa hasyarat adalah semua hewan kecil yang berbisa maupun yang tidak berbisa, tapi beracun, semisal kalajengking serta hewan-hewan yang tidak berbisa dan tidak juga beracun yang hidup di tanah seperti landak, tupai, tikus, kadal cicak dan hewan-hewan dari jenis serangga.
Ustaz Wildan menjelaskan, ulama berbeda pendapat mengenai mengonsumsi hasyarat. Pendapat pertama, ulama memfatwakan bahwa hukumnya haram mengonsumsi seluruh hewan yang termasuk dalam jenis hasyarat. Ulama mendasari demikian karena umumnya hasyarat dianggap menjijikkan (khabits) dan tidak lazim jika dikonsumsi manusia.
"Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan mazhab Hanafi, Syafi'i, dan Hambali. Mereka mengharamkan segala jenis hewan yang termasuk hasyarat," jelas Ustaz Wildan dalam kajian virtual Rumah Fiqih beberapa waktu lalu.
Kendati demikian, para ulama berpendapat terdapat hewan hasyarat yang mendapat pengecualian atau boleh dimakan, yaitu belalang. Ijtima' ulama menghukumi belalang sebagai hewan yang halal dimakan berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW: "Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa."
Selain itu, para ulama mazhab Syafi'i dan Hambali berpendapat hewan yang tergolong hasyarat, tapi boleh dimakan adalah dhabb atau semacam kadal gurun. Ini berdasarkan keterangan sebuah hadits yang diriwayatkan sahabat Ibnu Abbas.
"Saya bersama khalid bin Walid dan Rasulullah masuk ke rumah Maimunah. Kemudian disuguhka kepada kami masakan olahan dari dhabb. Maka Rasulullah mengurungkan diri memakannya. Aku bertanya, apakah ini haram ya Rasul?' 'Tidak, hanya saja makanan ini tidak terbiasa untukku,' jawab beliau. Kemudian Khalid memakannya dan Nabi mendiamkan itu."
Ustaz Wildan menjelaskan pendapat kedua. Ulama memfatwakan bahwa semua hewan yang termasuk jenis hasyarat halal dan boleh dimakan. Ini merupakan pendapat resmi (mu'tamad) mazhab Maliki yang berbeda dengan jumhur ulama yang mengharamkan mengkonsumsi hasyarat.
Menurut Ustaz Wildan, para ulama mazhab Maliki berpegang pada QS al-An'am 145 di mana yang diharamkan adalah bangkai, darah, dan daging babi. Di luar itu, para ulama mazhab ini menghukumi halal termasuk memakan hasyarat. Selain itu karena tidak adanya dalil yang eksplisit mengharamkannya.
Kendati demikian, ada juga yang disebut qaul atau pendapat kedua dalam Mazhab Maliki yang mengatakan haramnya hasyarat atau sejalan dengan apa yang dikatakan oleh jumhur ulama. Di antara ulama Mazhab Maliki yang berpendapat haramnya memakan hasyarat ialah Ibnu Arafah dan al Qarafi.
Meskipun pada umumnya ulama mazhab Maliki menghalalkan hasyarat, tapi mereka juga memberi catatan dan berbeda pendapat pada beberapa contoh hewan di dalamnya. Terlebih yang dekat dengan hal-hal yang najis seperti tikus.
Pendapat pertama dalam mazhab ini menghukuminya makruh jika diduga kuat hewan tersebut sering ke tempat-tempat najis. Jika ragu terhadap hal tersebut atau diduga kuat ia tidak terkena najis, maka hilang kemakruhannya. Di antara ulama Mazhab Maliki yang berpendapat demikian ialah Ad Dardir, Al Kharasyi, dan Al Adawi.
Pendapat kedua mengatakan haram mutlak. Baik dikhawatirkan najis atau tidak, hukumnya tetap haram. Ini merupakan pendapat ad Dusuqi, dan Ibnu Rusyd, yang dinukil oleh Al Khattab.
- makan bergizi gratis
- serangga makan bergizi gratis
- serangga jadi menu makan bergizi gratis
- makan bergizi gratis dengan serangga
- protein serangga makan bergizi gratis
- badan gizi nasional usul serangga jadi menu mbg
- menu mbg serangga
- serangga untuk menu mbg
- makan bergizi gratis pakai serangga
- fatwa mui soal hukum makan serangga