Kuasa Hukum Nurhadi Kritik Rencana Sidang In Absentia
Kuasa hukum Nurhadi mengkritik rencana KPK gelar sidang in absentia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Maqdir Ismail mengkritik rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan menyidangkan kliennya secara in absentia atau tanpa menghadirkan terdakwa. Menurutnya, keputusan yang akan diambil KPK itu merupakan hal yang tidak taat hukum.
"Enggak bisa karena nggak ada kerugian negara, kalau kita mau taat secara hukum. Kecuali Kalau kita nggak peduli dengan aturan main dan hukum acara ya itu yang akan terjadi (sidang in absentia)," kata Maqdir dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (6/3).
Maqdir meminta persidangan untuk menunggu dan bersabar hingga Hurhadi dan Harun Masiku tertangkap pihak berwenang. Dia berpendapat, persidangan tidak perlu diadakan bila memang kedua tersangka yang kini buron itu belum juga bisa diamankan kepolisian.
"Menurut saya ya sudah sabar dan ditunggu saja, dicari saja kalau misal memang belum ketemu sekarang ya tidak perlu diadili, nggak perlu di desak juga kok," ujarnya.
Maqdir mengungkapkan, persidangan in absentia juga tidak diperlukan menyusul tidak adanya kerugian keuangan terhadap negara. Dia mengatakan tidak semua perkara bisa dilalukan secara in absentia. Sambung dia bahwa berdasarkan aturan hukum, persidanhan tanpa menghadirkan tersangka daapt dilakukan kalau ada kerugian finansial terhadap negara.
"Nah kita harus taati aturan itu kalau kita mau menyebut diri kita taat hukum, kalau enggak ya monggo silahkan tapi pasti akan banyak perlawanan dari orang," katanya.
Seperti diketahui, KPK membuka kemungkinan dilakukannya persidangan in absentia terhadap tersangka kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024, Harun Masiku dan tersangka pengurusan kasus di MA, Nurhadi.
Persidangan in absentia bisa dilakukan apabila berkas perkara penyidikan perkara telah rampung, namun yang bersangkutan belum berhasil ditangkap. KPK mengatakan, pengadilan in absentia sangat mungkin dilakukan terhadap kedua tersangka yang sudah masuk dalam DPO itu.
KPK mengaku optimistis berkas perkara kasus keduanya bisa tetap dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi dengan proses pengadilan in absentia. Dalam istilah hukum, pengadilan in absentia adalah upaya mengadili seseorang dan menghukumnya tanpa dihadiri oleh terdakwa yang bersangkutan.