PAN Sesalkan Religiusitas pada Kode Etik KPK Dihapus
Nilai religius membentengi diri dari pengaruh yang merusak integritas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyusun kode etik bagi pimpinan KPK baru membuang nilai dasar religiusitas dan diganti dengan sinergi. Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Pangeran Khairul Saleh menyayangkan hal tersebut.
"Dewas dianggap telah mengabaikan nilai dasar Pancasila dan pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa," ujar Khairul kepada Republika, Senin (9/3).
Adanya sila pertama tersebut, sudah seharusnya Dewas tak menghapus nilai religiusitas dalam kode etik KPK. Apalagi hal tersebut dinilai penting, mengingat integritas tinggi yang harus diutamakan oleh profesi pemberantasan korupsi.
"Nilai religius berperan penting untuk membentengi diri dari pengaruh yang akan merusak integritas seorang pemberantas korupsi," ujar Khairul.
Khairul mengatakan, dalam waktu dekat Komisi akan mengklarifikasi hal tersebut langsung kepada Dewas KPK. Khususnya terkait kode etik yang baru saja disusun.
"Jadi DPR fungsi nya kan salah satunya adalah pengawasan, jadi penting untuk DPR meminta penjelasan terkait penghapusan nilai religiusitas ini," ujar Khairul.
Sebelumnya, kode etik baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah selesai disusun oleh Dewan Pengawas dan Pimpinan KPK. Sejumlah poin dalam kode etik baru itu terdapat perubahan, salah satunya dalam nilai dasar lembaga yang tidak lagi mencantumkan aspek religiusitas.
Nilai religiusitas yang sebelumnya disebut secara eksplisit, serta dianggap melekat dan memayungi seluruh nilai dasar yang ada, kini diubah dengan nilai sinergi. Ini merupakan wujud penjelasan UU Nomor 19 Tahun 2019 bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, KPK harus menjadikan aparat penegak hukum lain sebagai counterpart KPK.