Iuran BPJS Batal Naik, Menkeu: Kita Lihat Implikasinya
Menkeu menyebut, secara keuangan pembatalan kenaikan iuran akan berpengaruh.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani merespons putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan uji materi terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Artinya, kenaikan iuran bagi seluruh kelas batal dilakukan. Menanggapi hal ini, Sri menyebutkan, pemerintah akan melihat implikasi pembatalan iuran terhadap keuangan BPJS Kesehatan.
"Kalau dia secara keuangan akan terpengaruh, ya nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa sustain (bertahan)," ujar Sri di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (9/3).
Sri mengingatkan, meski tugas BPJS Kesehatan melakukan pelayanan terhadap para pesertanya tetapi perusahaan mencatatkan kerugian yang cukup besar. Hingga akhir Desember 2019 saja, angka kerugian yang ditanggung BPJS Kesehatan masih sebesar Rp 13 triliun.
"Meskipun saya sudah tambahkan Rp 15 triliun dia masih negatif, hampir sekitar Rp 13 triliun. Jadi, kalau sekarang dengan hal ini adalah suatu realitas yang harus kita lihat. Kita nanti review lah," kata Sri.
Diberitakan sebelumnya, MA mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dengan begitu, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan batal naik.
"Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tersebut," ujar juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro, saat dikonfirmasi, Senin (9/3).
Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara hak uji materiil itu diputus pada Kamis (27/2) lalu. MA menyatakan pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi di antaranya yang terdapat pada UUD 1945 serta UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
"Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai hukum mengikat," katanya.
Sebelumnya, KPCDI mendaftarkan hak uji materiel Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Kamis (05/12).
Pengacara KPCDI, Rusdianto Matulatuwa, berpendapat, kebijakan kenaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen menuai penolakan dari sejumlah pihak, salah satunya KPCDI.
“Angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen membuat peserta bertanya-tanya dari mana angka tersebut didapat, sedangkan kenaikan penghasilan tidak sampai 10 persen setiap tahun,” kata dia dikutip dari laman KPCDI, Senin (9/3).