Tito: Penerapan Voting Elektronik akan Hemat Biaya Pemilu
KTP-el sebagai syarat warga dapat menggunakan hak politiknya memilih.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengusulkan penerapan sistem pemungutan suara secara elektronik (e-voting) dalam pemilihan umum (pemilu), termasuk pemilihan kepala daerah (pilkada). Alasannya, kata dia, pemilu saat ini memakan biaya tinggi yang harus dikeluarkan peserta pemilu dan pemerintah.
“Salah satu alternatif jalan keluar yang sedang saya pikirikan adalah menerapkan sistem e-voting di dalam pemberian suara,” ujar Tito dalam siaran persnya, Selasa (10/3).
Hal itu ia sampaikan dalam diskusi publik "Urgensi Mewujudkan Pilkada Demokratis dan Berkualitas: Tantangan dan Harapan" di Jakarta Selatan, Senin (9/3). Tito mengatakan, Kemendagri sedang mengevaluasi penyelenggaraan pilkada bersama sejumlah universitas dan lembaga penelitian.
Ia menyebutkan, e-voting sudah diterapkan di beberapa negara. Bahkan, e-voting berhasil diterapkan dalam pemilihan kepala desa di Indonesia.
Menurut dia, e-voting dapat diimplementasikan dengan dukungan sistem administrasi kependudukan seperti KTP elektronik atau KTP-el. Tito mengeklaim sistem KTP-el di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri telah menjangkau 98 persen warga Indonesia.
KTP-el sebagai syarat warga dapat menggunakan hak politiknya memilih dalam pemilu maupun pilkada. "Sistem akurasi data KTP-el juga sudah dengan double filter, yaitu dengan identifikasi irisan mata dan sidik jari, sehingga tingkat akurasi sangat tinggi untuk mencegah penduduk untuk memiliki KTP ganda," kata Tito.
Dengan demikian, fenomena pemilih hantu atau ghost voter tak akan mungkin ada bila dua variabel kontrol KTP dilakukan. Scan atau pindai irisan mata dan sidik jari diberlakukan bagi pemilih lewat sistem e-voting.
Menurut Tito, dengan menerapkan e-voting, penyelenggaraan pemilu dapat menghemat biaya. Pemilu tak lagi memerlukan pembangunan ratusan ribu tempat pemungutan suara (TPS) konvensional. Kertas suara tak lagi dibutuhkan. Ratusan ribu tenaga pemungutan suara pun tak lagi diperlukan.
"Yang semuanya tentu akan sangat menghemat biaya. Tentu keamanan data sistem e-voting harus tetap diutamakan," tutur Tito.