Pertama Kalinya, AS Lakukan Uji Coba Vaksin Corona

Sukarelawan pertama merasa bangga karena bisa melakukan sesuatu.

AP/Ted S. Warren
Neal Browning menerima suntikan dalam uji klinis studi keselamatan tahap pertama dari vaksin potensial untuk COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh coronavirus baru, Senin, 16 Maret 2020.(AP/Ted S. Warren)
Rep: Dwina Agustin Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, SEATTLE -- Peneliti Amerika Serikat (AS) melakukan uji coba pertama kali untuk vaksin virus Corona pada Senin (16/3). Langkah ini menjadi upaya paling depan untuk membuat perlindungan dari kasus yang terus melonjak.


Suntikan vaksin pertama ini dilakukan pada empat sukarelawan yang sehat. Ilmuwan di Kaiser Permanente Washington Research Institute di Seattle memulai penelitian tahap pertama tentang potensi vaksin COVID-19.

"Kami tim virus Corona sekarang. Semua orang ingin melakukan apa yang mereka bisa dalam keadaan darurat ini," kata pemimpin studi Kaiser Permanente, Dr. Lisa Jackson, pada malam sebelum eksperimen.

Eksperimen di Seattle berlangsung beberapa hari setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan wabah virus baru sebagai pandemi karena penyebaran globalnya yang cepat. Beberapa sukarelawan sehat yang dipilih dengan hati-hati dalam penelitian ini berusia 18 hingga 55 tahun.

Mereka mendapatkan dosis yang lebih tinggi daripada yang lain untuk menguji seberapa kuat inokulasi yang seharusnya. Pelibatan orang sehat dalam percobaan ini untuk melihat efek samping yang dapat diberikan.

Peneliti ingin melihat efek dari vaksin bekerja dengan baik dan aman, dan jika terbukti manjur, maka vaksin bisa digunakan secara global pada 12 hingga 18 bulan ke depan.

Para ilmuwan akan memeriksa efek samping dan mengambil sampel darah untuk diuji apakah vaksin tersebut meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Upaya ini mencari petunjuk yang mendorong hasil sebelumnya yang ditemukan pada tikus yang divaksinasi.

"Kami tidak tahu apakah vaksin ini akan memicu respons kekebalan atau apakah itu aman. Itu sebabnya kami melakukan percobaan. Itu tidak pada tahap di mana akan mungkin atau bijaksana untuk memberikannya kepada populasi umum," ujar Jackson.

Laporan AP menyatakan, sukarelawan pertama yang menerima vaksin ini merupakan seorang manajer operasi di sebuah perusahaan teknologi kecil. "Kita semua merasa sangat tidak berdaya. Ini adalah kesempatan luar biasa bagi saya untuk melakukan sesuatu," kata kata Jennifer Haller dari Seattle sebelum mendapatkan vaksinasi.

Setelah injeksi, perempuan berusia 43 tahun ini meninggalkan ruang ujian dengan senyum lebar "Saya merasa senang." Dia pun mengaku anak-anaknya merasa bangga dan melihatnya sebagai sosok yang keren karena mau menjadi sukarelawan. Sedangkan tiga orang lainnya mengikuti tes dan jejak mereka akan dilanjutkan pada 45 sukarelawan dengan dua dosis suntikan pada bulan lainnya.

Dr. Anthony Fauci dari Institut Kesehatan Nasional AS (NIH) menyatakan, 65 hari telah berlalu sejak ilmuwan Cina berbagi urutan genetik virus. Dia mengatakan itu adalah catatan untuk mengembangkan vaksin untuk diuji.

Para peneliti di NIH menyalin bagian dari kode genetik virus yang berisi instruksi bagi sel untuk membuat lonjakan protein. Moderna membungkus "pengantar RNA" itu ke dalam vaksin.

Ide ini tampak dari tubuh akan menjadi pabrik mini, menghasilkan beberapa protein lonjakan yang tidak berbahaya. Ketika sistem kekebalan melihat protein asing, itu akan membuat antibodi untuk menyerang dan siap untuk bereaksi dengan cepat jika orang tersebut kemudian menemukan virus yang sebenarnya.

Cara tersebut jauh lebih cepat untuk menghasilkan vaksin daripada pendekatan tradisional dalam menumbuhkan virus di lab. Biasanya akan ada penyiapan suntikan dari versi yang terbunuh atau yang dilemahkan.

Kandidat vaksin ini diberi nama kode mRNA-1273, dikembangkan oleh NIH dan perusahaan bioteknologi yang berbasis di Massachusetts, Moderna Inc. Upaya ini bukan satu-satunya vaksin potensial karena lusinan kelompok riset di seluruh dunia berlomba untuk membuat vaksin melawan COVID-19.

Kandidat lain seperti vaksin yang dibuat oleh Inovio Pharmaceuticals, diperkirakan akan memulai studi keselamatannya sendiri bulan depan di AS, Cina dan Korea Selatan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler