Avigan Mungkin Efektif untuk Covid-19 yang Belum Parah

Aviga awalnya dites sebagai penyembuh Covid-19 karena efektif untuk influenza.

Antara/Aji Styawan
Tim medis mengevakuasi seorang pasien di dalam mobil ambulans menuju rumah sakit saat simulasi penanganan wabah virus corona.(Antara/Aji Styawan)
Rep: Farah Noersativa Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah RI saat ini tengah berupaya untuk meminimalisasi angka kematian Covid-19. Salah satu caranya adalah menyiapkan obat dari Jepang bernama Avigan.

Baca Juga


Ketua Satgas Covid-19 IDI, Profesor Zubairi Djoerban mengatakan Avigan merupakan obat yang ditemukan pada 2014 lalu untuk mengobati flu di Jepang. Dia menjelaskan, obat ini pada awalnya dites sebagai penyembuh Covid-19 karena efektif untuk influenza.

"Karena waktu itu obatnya tidak ada ya kemudian dicoba, siapa tau obat influenza bisa dipakai buat corona. Padahal penyakit ini berbeda total. Tapi orang mikir jangan-jangan bisa dipakai untuk corona," tutur Zubairi kepada wartawan, Jumat (20/3).

Obat ini diklaim berhasil untuk menyembuhkan Covid-19. Namun, seperti klorokuin, sebagai standard obat corona ini masih harus diuji coba lagi. "Sebagai standar obat corona, masih diiperlukan waktu agak lama dan diperlukan banyak bukti. Penggunaan obat ini, istilahnya daripada tidak ada rotan, akarpun jadi," jelas dia.

Menurut dia, sebagian praktisi medis mengatakan obat ini ampuh untuk mengobati Covid-19. Namun, para peneliti di Jepang, hanya menyebut obat ini efektif pada stadium saat sebelum virus corona berkembang biak luas. "Jadi masih belum sepakat mengenai ini. Mungkin sekali berguna. Hanya saja masih perlu bukti lebih banyak bahwa obat ini bisa menjadi standar pengobatan virus corona ini," tutur dia.

Sementara, dilansir di laman The Guardian, Sabtu (21/3), otoritas medis di China mengatakan obat yang digunakan di Jepang untuk mengobati jenis baru influenza tampaknya efektif pada pasien coronavirus. Seorang pejabat di kementerian ilmu pengetahuan dan teknologi China, Zhang Xinmin, mengatakan Favipiravir atau Avigan, telah menghasilkan hasil yang menggembirakan dalam uji klinis di Wuhan dan Shenzhen yang melibatkan 340 pasien. "Ini memiliki tingkat keamanan yang tinggi dan jelas efektif dalam perawatan," kata Zhang kepada wartawan.

Pasien yang diberi obat di Shenzhen berubah negatif untuk virus setelah rata-rata empat hari setelah menjadi positif. Selain itu, sinar-X mengonfirmasi peningkatan kondisi paru-paru pada sekitar 91 persen pasien yang diobati dengan obat yang dikembangkan oleh anak perusahaan Fujifilm ini, dibandingkan dengan 62 persen atau mereka yang tidak menggunakan obat.

Namun, Fujifilm Toyama Chemical, yang mengembangkan obat Avigan itu pada 2014, menolak untuk mengomentari klaim tersebut. Dokter di Jepang menggunakan obat yang sama dalam studi klinis pada pasien coronavirus dengan gejala ringan hingga sedang. Mereka berharap itu akan mencegah virus berkembang biak pada pasien.

Akan tetapi sumber kementerian kesehatan Jepang menyatakan obat itu tidak efektif pada orang dengan gejala yang lebih parah. "Kami telah memberi Avigan kepada 70 hingga 80 orang, tetapi tampaknya tidak berfungsi dengan baik ketika virus sudah berlipat ganda," kata sumber itu kepada Mainichi Shimbun.

Ia menambahkan, keterbatasan yang sama telah diidentifikasi dalam penelitian yang melibatkan pasien coronavirus menggunakan kombinasi antiretroviral HIV lopinavir dan ritonavir. Pada 2016, pemerintah Jepang memasok obat ini sebagai bantuan darurat untuk menghadapi wabah virus Ebola di Guinea. Favipiravir atau Avigan akan memerlukan persetujuan pemerintah untuk penggunaan skala penuh pada pasien Covid-19, karena pada awalnya dimaksudkan untuk mengobati flu.

Seorang pejabat kesehatan mengatakan kepada Mainichi,  obat itu dapat disetujui pada awal Mei. "Tetapi jika hasil penelitian klinis tertunda, persetujuan juga bisa ditunda," kata dia.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler