Jepang Tembak Asteroid Ryugu, Ini Alasannya
Ilmuwan Jepang ingin meniru kondisi kawah di permukaan asteroid Ryugu.
REPUBLIKA.CO.ID, KOBE -- Tim ilmuwan Jepang menembakkan bola tembaga ke permukaan asteroid Ryugu. Upaya ini dilakukan untuk meniru kondisi terbentuknya kawah.
Pada 2014, Badan Antariksa Jepang (JAXA) meluncurkan wahana antariksa Hayabusa 2 untuk penyelidikan asteroid Ryugu. Probe mencapai tubuh selestial dua tahun lalu dan memulai misi pengintaiannya.
Salah satu tugasnya adalah menembak bola tembaga seberat dua pon di asteroid. Tujuannya adalah untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana kawah terbentuk dan untuk memahami struktur Ryugu.
Salah satu penulis penelitian, Masahiko Arakawa mengatakan ini adalah pertama kalinya mereka mengamati proses pembentukan kawah di lingkungan gaya berat mikro.
“Sebagian besar pemahaman kita tentang bagaimana kawah terbentuk dari eksperimen laboratorium di Bumi ini,” ujar Arakawa, seperti yang dilansir dari MBS, Ahad (22/3).
Proyektil berukuran bola tenis meledakkan sebuah kawah di permukaan asteroid selebar 14,5 meter dan kedalaman 2,3 meter. Manuver itu terjadi pada April 2019, namun baru sekarang para ilmuwan menggeneralisasi data.
Selain itu, dampaknya menghasilkan awan puing. Dengan menganalisis materi di awan ini dan bagian bawah serta sisi kawah, para peneliti berhasil menyarankan komposisi asteroid.
Para astronom menemukan bahan mirip pasir di bawah permukaan berbatu. Ini membuktikan bagaimana Ryugu terbentuk.
Menurut para peneliti, ini adalah asteroid dari jenis tumpukan puing-puing, yang terbentuk dari sisa-sisa, ketika tubuh yang lebih besar dihancurkan oleh tabrakan dengan tubuh lain. Temuan materi berpasir juga menunjukkan asteroid mungkin jauh lebih muda daripada yang diperkirakan sebelum misi Hayabusa 2.
Para peneliti sekarang percaya, usia Ryugu sekitar sembilan juta tahun. Tim juga mencatat pembentukan kawah dibatasi oleh gravitasi,bukan oleh kekuatan permukaan. Hal ini menunjukkan bahwa asteroid terbuat dari bahan keropos.
Mereka mencatat kawah yang dibuat oleh proyektil itu sekitar tujuh kali lebih besar dari yang seharusnya ada di Bumi.
“Saya memperhatikan kawah tersebut sangat besar,” kata Arakawa.
Para ilmuwan juga mencatat kawah itu tidak bulat, melainkan berbentuk bulan sabit. Salah satu ujungnya berbatasan dengan batu bawah tanah yang sangat besar yang cukup keras untuk menghindari patah oleh tembakan.