Hasil Rapid Test Negatif tak Jamin tak Terinfeksi Corona
Pemeriksaan harus diulang kembali tujuh hari setelah rapid test dilakukan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Juru Bicara Pemerintah Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto menyampaikan, hasil pemeriksaan dari rapid test atau pemeriksaan virus corona secara cepat tak memberikan jaminan mutlak bebas infeksi terhadap orang yang diperiksa. Sebab menurutnya, hasil negatif dari rapid test bisa saja disebabkan karena respons imunologi yang belum muncul.
Ia menjelaskan, rapid test ini dilakukan dengan melihat respons serologi darah. Sehingga jika infeksi kurang dari tujuh hari, maka respons imunologi belum akan muncul.
“Kita pahami bahwa rapid test, tes cepat yang kita lakukan sekarang ini basisnya adalah melihat respons serologi darah dari infeksi Covid 19. Sehingga tentunya pada infeksi yang masih berada di kisaran sebelum 7 hari, 6 sampai 7 hari tentunya respons imunologi belum muncul. Hasilnya pasti negatif meskipun di dalam tubuhnya sudah ada infeksi,” jelas Yurianto saat konferensi pers, Ahad (22/3).
Karena itu, pemeriksaan pun harus diulang kembali pada tujuh hari berikutnya guna memastikan hasil negatif pemeriksaan sebelumnya. Yurianto pun meminta agar masyarakat tetap melakukan isolasi diri dan juga menjaga jarak dengan orang lain meskipun hasilnya negatif.
“Harus diulang lagi di 7 hari berikutnya untuk memastikan apakah memang betul-betul negatif atau memang masih pada masa di mana respon serologinya belum terbentuk. Inilah yang kemudian menjadi dasar buat kita bahwa tidak ada satupun yang memberikan garansi bahwa kalau pemeriksaannya negatif itu dimaknai tidak terinfeksi,” ucapnya.
Namun, jika dalam dua kali pemeriksaan hasilnya tetap dinyatakan negatif, maka yang bersangkutan sedang tak terinfeksi. Kendati demikian, masih ada potensi orang tersebut untuk terinfeksi virus ini jika tak menjalankan protokol kesehatan dengan baik.
“Manakala hasilnya ditemukan positif maka kita akan melakukan pemeriksaan ulang dengan menggunakan PCR. Karena PCR ini adalah pemeriksaan dengan metode monokuler yang memiliki sensitifitas jauh lebih tinggi dibanding dengan rapid test yang berbasis dengan serologi,” kata Yurianto.