KPK Tetap Buru Nurhadi-Harun Masiku Meski Ada Wabah Corona
KPK menegaskan tetap buru Nurhadi dan Harun Masiku meski ada wabah virus corona.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap melakukan pencarian terhadap dua tersangka yang telah masuk dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO), yakni mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan mantan Caleg PDIP Harun Masiku. KPK mengungkapkan telah melakukan pencarian di belasan tempat yang diduga menjadi tempat persembunyian Nurhadi dan Harun Masiku.
"Informasi teman-teman di lapangan, masih terus dilakukan dengan penyesuaian dan tetap waspada terhadap penyebaran wabah COVID-19 dengan memakai alat pelindung diri dan lain-lain," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (23/3).
Diketahui, Nurhadi bersama dua tersangka lainnya, yakni Rezky Herbiyono (RHE), swasta atau menantunya dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto (HS) telah dimasukkan dalam status DPO sejak 11 Februari 2020. Sedangkan, tersangka Harun telah dimasukkan dalam status DPO sejak 17 Januari 2020.
"Khusus para DPO Nurhadi dan kawan-kawan pasca putusan praperadilan yang kedua ditolak, KPK mengimbau agar menyerahkan diri ke KPK dan silakan hadapi prosesnya, lakukan pembelaan secara profesional," ujarnya.
Sebelumnya, KPK total telah melakukan pencarian di 13 titik terhadap Nurhadi dan Harun Masiku. "Bahwa kami sangat 'concern' yang jadi sorotan kan saudara NH (Nurhadi) dan HM (Harun Masiku). Dua hal itu kami telah melakukan pencarian pada 13 titik sampai saat ini. 13 titik yang diindikasikan merupakan tempat itu belum mendapatkan hasil," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/3).
KPK pada 9 Januari 2020 telah menetapkan Harun bersama tiga tersangka lainnya dalam kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Sebagai penerima, yakni mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan (WSE) dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF). Sedangkan sebagai pemberi, yakni Harun dan Saeful (SAE), swasta.
Diketahui, Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun menjadi anggota DPR RI dapil Sumatera Selatan I menggantikan caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, Wahyu hanya menerima Rp600 juta.
Sedangkan Nurhadi bersama Rezky dan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Desember 2019. Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.