Pemerintah Formulasikan Insentif untuk Pekerja Informal
Kebijakan ini sebagai bagian dari upaya pertahankan jaminan pengaman sosial.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang memformulasikan insentif bagi pekerja sektor informal yang pendapatannya terdampak akibat perlambatan ekonomi karena wabah virus Corona (Covid-19). Rencana kebijakan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah mempertahankan jaring pengaman sosial (social safety net).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kini pemerintah sedang mempertimbangkan skema bantuan terhadap pekerja sektor informal. Salah satu opsi yang disampaikan adalah bantuan langsung tunai.
"Kita masih melihat database yang ada untuk bisa membantu masyarakat," ujarnya dalam teleconference dengan media, Selasa (24/3).
Sri memastikan, bantuan tersebut akan diberikan agar pekerja sektor informal tetap bisa mendapatkan kebutuhan barang-barang pokok dan bekerja tanpa harus kontak langsung dengan pekerja lain. Pengurangan interaksi dan aktivitas ini dilakukan guna menekan kemungkinan penyebaran Covid-19.
Untuk jaring pengaman sosial, Sri menambahkan, pemerintah juga mempertimbangkan perubahan skema Program Keluarga Harapan (PKH). Tapi, masih ada dua opsi untuk memperluas cakupan program ini. Apakah jumlah penerima ditambah atau nominal manfaat yang diterima per peneriman dinaikkan.
Selain itu, Sri menambahkan, pemerintah juga akan memberikan insentif berupa santunan dan pelatihan melalui BP Jamsostek untuk mereka yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). "Mereka bisa mendapatkan pelatihan plus santunan selama tiga bulan sebanyak Rp 1 juta per kepala," katanya.
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan paket stimulus kedua senilai Rp 22,9 triliun yang berfokus pada pekerja sektor manufaktur. Salah satunya, relaksasi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk karyawan manufaktur yang memiliki pendapatan sampai Rp 200 juta per tahun. Kebijakan ini berlaku selama enam bulan, yaitu April hingga September.
Sri menyebutkan, pemerintah akan mempertimbangkan seluruh instrumen konvensional maupun non konvensional yang bersifat fiskal maupun moneter untuk meningkatkan jaring pengaman sosial. "Tidak hanya terfokus ke masyarakat miskin, juga ke mereka yang terancam maupun terkena PHK dan menolong dunia usaha," katanya.
Kebijakan dengan tujuan serupa juga dilakukan negara lain. Sri memberikan contoh Amerika Serikat (AS) yang mengusulkan paket stimulus berskala besar dengan fokus memberikan bantuan ekonomi ke pekerja usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
AS memberikan banyak perhitungan yang dinilai Sri tidak biasa. Misalnya, memberikan dua bulan pendapatan dalam bentuk pinjaman dan bantuan likuiditas ke sektor keuangan, termasuk dunia usaha. Italia juga menaikkan unemployment benefit dan kredit untuk mengembalikan sektor produksi.
Sri menuturkan, intervensi yang dilakukan Indonesia hampir sama, namun magnitudenya beda. "Dibutuhkan social safety net dan dukungan ke sektor usaha agar bisa survive dalam situasi sulit untuk beberapa bulan ke depan," tuturnya.