Evi Minta Keppres Pemberhentiannya dari KPU Dicabut

Evi Novida minta Keppres pemberhentiannya sebagai Komisioner KPU dicabut.

Antara/Reno Esnir
Evi Novida Ginting Manik
Rep: Mimi Kartika Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Evi Novida Ginting Manik mengajukan surat keberatan terhadap Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 34/P Tahun 2020 tentang pemberhentian dengan tidak hormat Evi sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Hal ini sebagai upaya administratif sebelum mengajukan pembatalan melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Baca Juga


"Atas uraian diatas maka dengan segala kerendahan hati, saya, Evi Novida Ginting Manik, memohon agar Presiden Republik Indonesia, Bapak Presiden berkenan mencabut Keputusan Presiden No 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret 2020," ujar Evi dalam siaran persnya, Kamis (2/4).

Evi mengatakan, surat keberatan tersebut telah dikirimkan kepada presiden kemarin, Rabu (1/4). Ia menguraikan, Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, warga yang dirugikan terhadap keputusan dan/atau tindakan dapat mengajukan upaya administratif kepada pejabat pemerintahan yang menetapkan keputusan tersebut.

Kemudian Pasal 77 ayat (4) menyebutkan, badan dan/atau pejabat pemerintahan menyelesaikan keberatan paling lama 10 hari kerja. Evi menganggap dirinya selaku pihak yang dirugikan atas terbitnya Keppres Nomor 34 tersebut.

Ia menjelaskan, UU Administrasi Pemerintahan mengatur kewajiban warga negara menggunakan upaya Administratif agar pejabat pemerintahan penerbit keputusan memiliki ruang dan kesempatan menggunakan kewenangannya untuk meninjau keputusan yang cacat hukum, tanpa melalui proses peradilan.

Evi meminta, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan peninjauan terhadap Keppres Nomor 34 yang merupakan tindak lanjut Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tertanggal 18 Maret 2020. Amar putusan meminta presiden memberhentikan Evi karena terbukti melanggar kode etik dan pedoman penyelenggara pemilu

"Putusan DKPP tersebut menurut saya terlihat jelas memiliki cacat hukum dan melampaui kewenangan," kata Evi.

Menurut Evi, DKPP tetap melanjutkan persidangan dan mengambil keputusan atas aduan dugaan pelanggaran kode etik setelah pengadu mencabut aduannya. Tindakan DKPP dinilai bertentangan dengan Pasal 155 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Selain itu, DKPP dianggap belum mendengar pembelaan dari Evi Novida Ginting Manik selaku teradu VII, sebelum mengambil keputusan berupa sanksi pemberhentian secara tetap dari anggota KPU. Hal ini bertentangan dengan Pasal 38 ayat (2) UU Pemilu.

Kemudian, dalam memutuskan perkara tersebut, DKPP dinilai tidak melaksanakan pasal 36 ayat (2) peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2019. Aturan ini mewajibkan rapat pleno pengambilan putusan dihadiri oleh lima orang anggota DKPP, sedangkan rapat pleno perkara ini hanya dihadiri oleh empat orang anggota DKPP.

Dengan demikian, Evi berharap Presiden menerima dan mengabulkan permohonan upaya administratif keberatan. Kemudian meminta Presiden berkenan mencabut Keputusan Presiden Nomor 34/P Tahun 2020.

Ia juga meminta Presiden merehabilitasi nama baiknya seperti sedia kala. Terakhir, ia minta Presiden menerbitkan Keputusan Presiden untuk mengembalikan jabatannya sebagai anggota KPU periode 2017-2022. Evi berharap presiden segera merespon keberatannya. Jika respons presiden tidak sesuai harapan, ia berencana akan mengajukan gugatan ke PTUN.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler