Wanita Bekerja dalam Pandangan Islam
Dalam Islam, wanita bekerja dengan mempertibangkan sejumlah ketentuan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gambaran wanita bekerja saat ini merupakan hal yang lumrah dan biasa. Kaum perempuan semakin berusaha untuk mengembangkan kemampuannya di berbagai bidang kehidupan. Pendidikan yang memadai ditunjang dengan keterampilan yang baik membuat tidak sedikit perempuan yang bergelut di dunia pekerjaan.
Perkara wanita karir hingga kini masih menjadi pembicaraan di berbagai lingkungan. Tidak sedikit yang mempertanyakan hal tersebut jika dilihat dari sisi agama Islam. Di mana, Islam dalam QS Al Ahzab ayat 33 menegaskan tentang perintah Allah SWT agar seorang wanita muslimah lebih baik tinggal di rumah dan mengurus keluarga.
Dalam Kitab al-Mawsu'at al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah dituliskan tugas utama seorang perempuan adalah mengurus rumah tangga sekaligus mendidik anak-anaknya. Rasulullah SAW dalam HR Bukhari pernah bersabda, "Perempuan itu mengatur dan bertanggung jawab atas urusan rumah suaminya." Hal ini berarti perempuan tidak dituntut untuk secara penuh memenuhi kehidupannya karena hal tersebut kewajiban ayah dan suaminya.
Cendekiawan dan Ulama asal Mesir, Sayid Qutb, menyebut Islam memperbolehkan seorang muslimah untuk bekerja namun dengan ketentuan tertentu. Ia menilai tidak ada larangan dalam Islam bagi perempuan yang ingin menjadi dokter, guru, peneliti, maupun tokoh masyarakat. Islam memperbolehkan muslimah bekerja sesuai dengan kemampuannya dan kodrat kewanitaannya, utamanya dari sisi biologis dan mentalnya.
Dari hal tersebut, diketahui jika Islam tidak pernah memposisikan perempuan hanya di rumah saja dan berdiam diri. Nabi Muhammad SAW pernah berkata, "Sebaik-baik canda seorang Muslimah di rumahnya adalah bertenun." Ini artinya perempuan juga harus melakukan sesuatu dan bukan menganggur saja.
Guru Besar Ilmu Alquran Universitas Sayf al-Dawlah, Dr Abd al-Qadir Manshur juga menyebut Islam tidak pernah melarang seorang perempuan untuk bekerja. Dalam buku berjudul 'Pintar Fikih Wanita', ia menyebut muslimah boleh melakukan jual beli atau usaha dengan harta benda pribadinya.
Tidak ada seorangpun yang boleh melarang mereka selama mereka mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh agama. Dalam hal jual beli, seorang muslimah diperbolehkan memperlihatkan wajah atau kedua telapak tangan ketika akan memilih, mengambil, maupun memberikan barang dagangan.
Dr Abd al-Qadir Manshur juga menyebut banyak teks-teks hadis dan pendapat ulama yang menyebut seorang perempuan diperbolehkan untuk bekerja. Muslimah yang telah menikah boleh bekerja jika mendapat izin dari suami, bagi yang belum menikah ia mendapat izin dari walinya. Meski demikian, hak memberi izin oleh suami ini gugur secara otomatis jika sang suami tidak memberi nafkah pada sang istri.
Dalam al-Mawsu'at al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, dituliskan kriteria pekerjaan di luar rumah yang boleh dilakukan oleh seorang muslimah. Tidak semua pekerjaan boleh dilakukan. Kriteria pertama yakni pekerjaan yang dilakukan tidak termasuk perbuatan maksiat dan tidak mencoreng kehormatan keluarga.
Berikutnya, pekerjaan yang dilakukan tidak mengharuskan sang muslimah untuk berduaan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya. Imam Abu Hanifah dalam kitab Bada’i al-Shana’i haram pekerjaan asisten pribadi bagi perempuan. Larangan ini keluar mengingat kemungkinan fitnah yang mungkin timbul ketika dia berduaan dengan atasannya yang seorang laki-laki bukan muhrimnya.
Abu Yusuf dan Imam Muhammad pun menyebut berduaan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya termasuk perbuatan maksiat. Di luar itu, berduaan dengan non-muhrim bisa memungkinkan terjadinya kemaksiatan. Rasulullah SAW dalam HR al-Thabrani pernah bersabda, "Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali setan menjadi pihak ketiganya."
Terakhir, yang perlu diperhatikan saat bekerja adalah tidak mengharuskan dirinya berdandan berlebihan bahkan membuka aurat ketika keluar rumah. Larangan ini sejalan dengan firman Allah dalam surah al-Ahzab ayat 33, "Janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah dahulu."
Selain hal-hal di atas, ada satu perkara lagi yang perlu diperhatikan bagi muslimah yang ingin bekerja. Kondisi fisik menjadi catatan tersendiri yang perlu diingat. Fisik perempuan tidak sekuat kaum lelaki. Karena itu, muslimah yang ingin bekerja tidak dianjurkan melakukan pekerjaan berat maupun beresiko.
Dr Abd al-Qadr Manshur menyebut anjuran ini bukan untuk menghalangi atau membatasi gerak seorang perempuan. Hal ini perlu menjadi perhatian karena terkait dengan tugas alamiah perempuan untuk melahirkan, menyusui, dan menjaga keluarga. Perlu ada sinergi antara aktvitas yang dilakukan di luar dan di dalam rumah.