Pemerintah Belum Setujui Satu Daerah Pun Tetapkan PSBB

Pemerintah masih menunggu daerah menyampaikan rencana aksi.

Edi Yusuf/Republika
Blokade bambu bergambar virus Corona dipasang di jalan masuk Jalan Pasir Sereh Tonggoh, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Senin (6/4). Penutupan jalan tersebut dilakukan untuk mencegah orang dari luar kampung masuk, sebagai upaya mencegah penularan wabah Covid-19
Rep: Sapto Andika Candra Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah belum memberi persetujuan kepada satu daerah pun di Indonesia untuk menetapkan status pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hal ini disampaikan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (6/4).

"Belum (disetujui). Masih menunggu (daerah) menyampaikan rencana aksi," ujar Doni.

Prosedur PSBB seperti yang sudah disampaikan Presiden Jokowi ternyata tak bisa diterapkan secara instan. Daerah, misalnya provinsi, yang mau mengajukan status PSBB agar diterapkan di wilayahnya masih harus mengajukan rencana aksi dan rencana kesiapan.

Baca Juga


Rencana aksi ini diajukan daerah kepada Menteri Kesehatan selaku pihak yang berwenang menetapkan status PSBB.

Doni mengungkapkan sampai saat ini memang sudah ada beberapa daerah yang mengajukan usulan penetapan PSBB kepada Menkes. Kendati begitu, pengajuan PSBB tak bisa langsung disetujui lantaran setiap daerah harus melengkapi rencana aksi seperti yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Dan juga membuat rencana tentang kesiapannya. Sehingga diharapkan ketika daerah sudah memulai program ini bahwa semuanya bisa berjalan dengan baik," ujar Doni.

Presiden, ujar Doni, juga memintanya bersama Kementerian Kesehatan untuk menyusun protokol teknis yang bisa diajukan acuan bagi daerah dalam menjalankan PSBB.

Protokol ini bertujuan agar pelaksanaan PSBB tidak justru bertentangan antardaerah ataupun antara pemerintah daerah dengan pusat. "Termasuk juga bertentangan dengan kebijakan nasional termasuk juga kemudahan akses masih tetap diberikan terhadap aktivitas masyarakat dengan memperhatikan physical dan social distancing," jelasnya.

Bila PSBB ini berjalan secara efektif, Doni pun tak menutup peluang adanya penegakan hukum dari aparat berwenang terhadap masyarakat yang melanggar ketentuan ini.

Kendati demikian, pemerintah masih memprioritaskan pendekatan kedisiplinan dan pendekatan kolektif serta persuasif untuk mengajak masyarakat menjalankan PSBB secara optimal.

Dalam rapat terbatas level menteri pagi tadi, Presiden Jokowi juga menyingung mengenai terbitkan Permenkes terbaru sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 tahun 2020 tentang PSBB yang diteken pekan lalu.

Jokowi menekankan agar ada satu langkah yang sama antara pusat dan daerah dalam menjalankan kebijakan ini.

"Sehingga komunikasi pusat dan daerah betul-betul harus selalu dilakukan. Sehingga semuanya kita memiliki satu visi, memiliki satu garis yang sama dalam menyelesaikan Covid-19 ini," jelasnya.

Dalam Permenkes mengenai PSBB diatur mekanisme penetapan PSBB di sebuah daerah. Pasal tiga beleid tersebut menyebutkan bahwa Menkes yang menetapkan status tersebut dan kepala daerah yang mengajukan permohonan.

Kemudian pada pasal empat disebutkan mengenai kepala daerah yang mengajukan permohonan PSBB harus disertai dengan data seperti peningkatan jumlah kasus menurut waktu, penyebaran kasus menurut waktu, dan kejadian transmisi lokal.

Pada pasal kelima, juga dijelaskan bahwa Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 punya wewenang untuk mengusulkan kepada Menteri dalam menetapkan  PSBB di wilayah tertentu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler